Jayapura (ANTARA News) - Komisi I DPR RI pada laporan akhir kunjungan kerja ke Provinsi Papua merekomendasikan pentingnya dialog antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Pusat untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial di Tanah Papua secara adil, bermartabat dan proporsional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal itu disampaikan anggota Komisi I DPR RI asal Papua, Paskalis Kossay,S.Pd.MM kepada ANTARA di Jayapura, Kamis melalui telepon selular sehubungan dengan laporan akhir hasil kunjungan kerja Komisi I DPR RI pada 7-11 Desember 2009 lalu.
"Komisi I DPR RI merekomendasikan pentingnya dialog antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Pusat.Dialog itulah yang selama ini didambakan oleh masyarakat Papua," katanya.
Dengan demikian, berbagai persoalan krusial dapat dituntaskan seperti aspirasi merdeka dari sebagian warga Papua, pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang oleh sebagian besar masyarakat Papua dirasakan belum mampu mendongkrak kesejahteraan hidup mereka.
Begitu pula permasalahan krusial lainnya yang jika tidak didialogkan secara baik dan bermartabat maka akan menjadi duri bagi keutuhan NKRI.
Paskalis mengakui bahwa selama melakukan kunjungan kerja di Papua, para wakil rakyat ini benar-benar memanfaatkan kesempatan kunjungan itu untuk berbicara dari hati ke hati dengan berbagai kalangan masyarakat, baik warga masyarakat akar rumput, tokoh masyarakat, pemangku adat, pemuka agama, pemerintah, pemuda dan kaum perempuan asli Papua.
Dari hasil kunjungan tersebut, anggota Komisi I DPR RI itu berpendapat bahwa dialog antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Pusat merupakan sebuah kebutuhan mendesak jika kita semua ingin Papua tetap dalam bingkai NKRI.
Menanggapi hal itu, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) "Fajar Timur" Pastor Dr Neles Tebay,Pr berpendapat, apa yang direkomendasikan Komisi I DPR RI itu sangat tepat karena hal itulah yang selama ini menjadi dambaan masyarakat di tanah Papua.
"Kami terus-menerus menyuarakan dialog yang bermartabat antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan krusial di tanah Papua. Dialog itu harus adil dan bermartabat demi kebaikan rakyat Papua dan kebaikan seluruh bangsa Indonesia," katanya.
Tentang implementasi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, Neles Tebay berpendapat, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pemerintah gagal mengimplementasikan UU Otsus Papua.
Status Otsus Papua diberikan kepada Provinsi Papua (sebelumnya disebut Provinsi Irian Jaya) sebagai komitmen nasional dan jawaban Pemerintah Indonesia terhadap maraknya tuntutan kemerdekaan yang disuarakan oleh orang asli Papua.
Pemerintah selanjutnya menetapkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua sebagai pengejawantahan dari Ketetepan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 dan Ketetapan MPR RI Nomor IV/2000.
"Kita mesti mengakui bahwa baik pihak Jakarta atau Pemerintah Pusat maupun pihak Papua sudah memiliki kemauan untuk menyelesaikan konflik Papua secara damai melalui dialog. Itu berarti kedua belah pihak sudah memiliki sikap konstruktif, suatu sikap yang amat sangat dibutuhkan untuk bergerak maju dalam proses dialog konflik Papua," katanya penulis buku "Dialog Jakarta - Papua" itu.
Sikap konstruktif ini sudah dinyatakan secara eksplisit, pada kesempatan yang berbeda-beda, oleh berbagai pihak, baik di Jakarta maupun di Papua melalui berbagai pernyataan publik.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010