Tes COVID-19 harus masif dilakukan untuk melokalisir penyebaran COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan mengatakan kasus harian positif COVID-19 di Indonesia kembali mencetak rekor dan menjadi konfirmasi ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan menekan laju pandemi, sehingga mempertanyakan langkah pemerintah dalam menanganinya.
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan, di Jakarta, Sabtu, menyebutkan berdasarkan data dari Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menunjukkan kenaikan kasus positif harian mencapai 3.003 kasus pada Jumat, 28 Agustus 2020, sehingga total kasus yang terjadi di Indonesia sejak diumumkan pertama kali di awal Maret menjadi sebesar 165.887 kasus, dan 7.169 di antaranya meninggal dunia.
Syarief Hasan mempertanyakan langkah pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19.
“Pemerintah seharusnya mampu menekan laju penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia dengan berbagai sumber daya yang dikelola pemerintah. Apalagi, pemerintah telah dibekali Perppu 1/2020, dan Undang-Undang Nomor 2/2020 anggaran jumbo, dan sumber daya lainnya yang sangat besar untuk penanganan dan penekanan laju pandemi,” katanya pula.
Kini, lanjut dia, rakyat minta pertanggunganjawab pemerintah tentang hasil dari anggaran tersebut, dan ternyata bukannya berhasil, malah semakin terpuruk kinerja pemerintah.
Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan akan tembus 200.000 orang terinfeksi COVID-19 dalam waktu beberapa bulan ke depan.
Baca juga: Wakil Ketua MPR ajak masyarakat taat protokol kesehatan
Jumlah kasus itu, juga melampaui kasus positif di China yang merupakan episentrum awal pandemi COVID-19. Berdasarkan data dari Worldometers, jumlah kasus positif COVID-19 di China hanya 85.013, dengan rata-rata kasus harian sebulan terakhir di bawah 10 kasus.
Data dari World Health Organization (WHO) pun menunjukkan bahwa positivity rate Indonesia masih sangat tinggi. Positivity rate adalah persentase kasus positif dibanding total kasus yang diperiksa.
Positivity rate di Indonesia terbilang tinggi yaitu 12,63 persen. Sedangkan menurut WHO, idealnya, positivity rate yang aman adalah di bawah 5 persen.
Syarief Hasan juga mendorong pemerintah untuk mengikuti rekomendasi WHO yang menyatakan bahwa seharusnya pemerintah melakukan tes terhadap masyarakat minimal 5 persen dari total populasi.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa pemeriksaan COVID-19 baru mencapai 0,2 persen dari total penduduk Indonesia.
“Tes COVID-19 harus masif dilakukan untuk melokalisir penyebaran COVID-19, sehingga pandemi dapat lebih mudah ditekan,” ujarnya pula.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu pun mendorong pemerintah untuk menyelesaikan persoalan dengan pendekatan penyelesaian dari hulu ke hilir.
“Lebih baik fokus dulu dalam menghambat laju penyebaran COVID-19. Sebab, kondisi ini akan berpengaruh juga terhadap ekonomi dan sektor lainnya," ujarnya lagi.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang jatuh ke minus 5,32 persen, pengangguran yang bertambah 3,05 juta, dan sudah masuk resesi merupakan imbas dari pandemi COVID-19 yang belum bisa ditanggulangi oleh pemerintah.
Kemudian, kata dia lagi, pemerintah juga harus evaluasi kebijakannya dalam hal job description para menterinya.
"Kemana Menteri Kesehatan, mengapa menteri ekonomi urus COVID-19, kemana mantan Ketua Gugus COVID-19, dan sebagainya," kata dia lagi.
Hal ini lah, kata Syarief, menjadi salah satu kelemahan pemerintah dalam hal menangani pandemi, sehingga gagal menghentikan COVID-19.
Ia juga menekankan agar pemerintah menunjukkan ketegasan dalam implementasi protokol kesehatan.
Baca juga: Wakil ketua MPR minta pemerintah perhatikan kesulitan dunia pendidikan
Baca juga: MPR: Pemerintah patut belajar dalam tangani ekonomi akibat COVID-19
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020