Khartoum (ANTARA News) - Pasukan Sudan bentrok dengan pemberontak, Rabu, di sebuah daerah utama di wilayah Darfur, Sudan barat, kata pemberontak dan pasukan penjaga perdamaian.
"Kami telah menguasai Gulu" di Jebel Marra, dataran tinggi subur di pusat daerah Darfur, kata Ibrahim al-Hillu, jurubicara untuk Tentara Pembebasan Sudan (SLA) yang dipimpin Abdel Wahid Nur, kepada AFP.
Pesawat Sudan sebelumnya membom posisi pemberontak di daerah-daerah Jebel Moon dan Jebel Marra, kata Hillu, dengan menambahkan bahwa bentrokan itu menewaskan sejumlah warga sipil, pemberontak dan prajurit pemerintah.
"Hari ini terjadi bentrokan antara milter dan SLA-Abdel Wahid," kata seorang pejabat Misi Penjaga Perdamaian PBB-Uni Afrika (UNAMID) kepada AFP, namun tidak bisa memastikan apakah pemberontak telah menguasai Gulu.
"Sejumlah LSM berada di lapangan untuk membantu penduduk lokal," tambah pejabat itu.
Jet-jet tempur Sudan juga membom sejumlah posisi pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) di Jebel Mon dalam beberapa hari terakhir ini.
Konflik Darfur yang meletus pada 2003 semula hanya melibatkan dua kelompok pembeorntak yang melawan pemerintah Khartoum dan milisi Arab sekutunya.
Namun, baik kedua kelompok pemberontak itu maupun milisi pro-pemerintah kemudian pecah menjadi sejumlah kelompok.
Bentrokan-bentrokan terakhir itu terjadi setelah beberapa sebelumnya tersiar kabar bahwa perundingan perdamaian akan dimulai lagi untuk mengatasi konflik tersebut.
Penengah internasional Djibril Bassole mengatakan, Minggu (10/1), perundingan untuk mengatasi konflik di wilayah Darfur Sudan akan dimulai lagi di Doha sebelum akhir bulan ini.
Bassole mengungkapkan harapannya bahwa Abdel Wahid Mohammed Nur, pemimpin SLA di pengasingan, mengambil bagian dalam perundingan tersebut.
SLA adalah salah satu kelompok pemberontak utama di Darfur, selain JEM, dan Nur sebelumnya menolak ikut dalam perundingan di Doha.
Menurut Bassole, ketua penengah PBB dan Uni Afrika untuk konflik tersebut, pada pertemuan Doha itu pihaknya akan mendesak kelompok-kelompok yang bertikai melakukan gencatan senjata nyata dan menyetujui perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang.
Pembicaraan akan dimulai di Doha pada 18 Januari. Anggota-anggota kelompok pemberontak dan masyarakat sipil akan melakukan pertemuan sehari sesudahnya, sebelum pembukaan resmi negosiasi pada 24 Januari.
Bassole menyatakan telah membahas masalah Nur itu dengan menteri luar negeri Prancis karena pemimpin SLA itu tinggal di pengasingan di Paris.
Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Koucner mengatakan, ia yakin bahwa Nur pada akhirnya akan mengambil bagian dalam proses perdamaian.
Perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak Darfur untuk mengatasi konflik itu telah ditunda beberapa kali pada tahun lalu.
Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun Bassole mengatakan pada saat itu bahwa pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika. Jadwal terakhir itu pun ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.
Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasioonal (ICC) pada 4 Maret memerintahkan penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar Hassan al-Beshir karena kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.
Pada Februari, kelompok pemberontak utama Darfur, Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM), menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.
Pada Mei, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi presiden Sudan itu.
Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Beshir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.
Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.
Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.
Para ahli internasional mengatakan, pertempuran hampir enam tahun di Darfur telah menewaskan 200.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.
PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010