Seperti dulu ada regulasi sekian kapal tenggelam, sekarang berubah, lalu lobster dulu tidak boleh, sekarang berubah.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mendorong pemanfaatan potensi maritim Indonesia secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam diskusi Empat Pilar bertema "Pengelolaan dan Pemberdayaan Wilayah Kepulauan dan Pesisir" di kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, Jazilul menegaskan bahwa hampir 64 persen kekayaan alam Indonesia ada di perairan dan laut merupakan berkah tersendiri bagi bangsa ini.

"Namun, dari diskusi terakhir saya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), waktu itu ada Pak Menteri, ada juga penasihat KKP, saat itu menyampaikan bahwa potensi laut kita, potensi maritim kita itu baru terkelola 20 persen," katanya.

Baca juga: Mengevaluasi Poros Maritim Dunia di tengah pandemi

Menurut Jazilul, hal tersebut harus mendapatkan perhatian lebih serius karena jangan sampai rakyat tidak mendapatkan manfaat yang cukup dari posisi maritim Indonesia yang sangat strategis ini, bahkan dikenal sebagai poros maritim dunia.

Jika sebagai poros maritim dunia belum bisa menyejahterakan rakyat, kata politikus PKB itu, bisa menjadi pertanyaan apakah sebutan poros itu nyata atau hanya sekadar jargon.

Jazilul menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mempercepat dan memperluas serta memaksimalkan pengelolaan potensi maritim Indonesia, di antaranya adalah regulasi atau kebijakan yang berubah-ubah.

"Seperti dulu ada regulasi sekian kapal tenggelam, sekarang berubah, lalu lobster dulu tidak boleh, sekarang berubah," ujarnya.

Namun, menurut dia, yang menjadi persoalan bukan terkait dengan perubahan kebijakan, melainkan sejauh mana seharusnya kebijakan itu dapat memberdayakan nelayan atau masyarakat di pesisir sekaligus bisa meningkatkan pendapatan.

Baca juga: Pengamat: Poros Maritim Dunia harus dahulukan SDM kelautan perikanan

Oleh karena itu, Jazilul yang disapa Gus Jazil memandang perlu ada konsistensi kebijakan atau regulasi yang berpihak pada kepentingan masyarakat nelayan dan pesisir serta perlu ada peningkatan sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur.

Ia yakin kuncinya adalah penyiapan SDM yang cukup, fasilitas yang cukup, apakah air bersih, listrik dan lain-lain.

"Misalnya, di Pulau Bawean tempat saya lahir, di laut Bawean banyak ikan tetapi masyarakat setempat tidak menikmati semua karena tidak ada storage-nya atau teknologi penyimpanan ikan, tidak ada industrinya, aliran listrik tidak cukup sehingga banyak penduduk yang memilih merantau," katanya.

Gus Jazil menegaskan bahwa semua itu perlu sinergitas yang kuat terkait dengan kebijakan dari pusat sampai daerah, yang terukur, terencana, dan bisa dikontrol.

Menurut dia, yang juga harus dipahami adalah titik tekan dan dasar dari semua upaya memaksimalkan potensi maritim Indonesia adalah implementasi amanat Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 itu sangat jelas, sejak sebelum amendemen maupun setelah amendemen.

"Bahwa perekonomian Indonesia diatur dengan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menyangkut hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," katanya.

Baca juga: Poros Maritim Dunia bukan jadikan sumber daya laut sebagai ATM

Ia berharap Indonesia negara kepulauan yang bisa membawa rakyatnya, termasuk masyarakat pulau-pulau kecil, masyarakat nelayan, dan masyarakat pesisir, menjadi sejahtera dan menjadi poros maritim dunia.

Selain Gus Jazil, tampil sebagai pembicara dalam diskusi Empat Pilar bertema "Pengelolaan dan Pemberdayaan Wilayah Kepulauan dan Pesisir", yakni anggota MPR RI/Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, anggota MPR RI/Wakil Ketua Komisi IV DPR RI H. Dedi Mulyadi yang hadir secara virtual, serta Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020