Riyadh (ANTARA News/Reuters) - Empat tentara Saudi tewas akibat bentrok di pos perbatasan di dekat Yaman, dengan pasukan Arab Saudi merebut kembali kedudukan itu dan "menghancurkan" penyusup Syiah, kata televisi negara Saudi pada Selasa.
Televisi negara, dengan mengutip keterangan Wakil Menteri Pertahanan Pangeran Khaled bin Sultan, melaporkan bahwa tentara Saudi korban kemelut di tapal batas itu dengan pemberontak Syiah Yaman menjadi 82 orang.
Pangeran Khaled menyatakan penyusup itu sudah diberi peringatan untuk meninggalkan daerah Jabri, tempat pos perbatasan tersebut berada, dalam 48 jam.
"Mereka tidak menurut. Semua sudah dihancurkan," katanya di televisi negara.
Arab Saudi melakukan serangkaian serangan udara mematikan di perbatasannya dengan Yaman, yang menewaskan 16 warga dan melukai 19 orang lain, kata pemberontak Syiah Yaman pada awal Januari.
Dalam satu dari 25 serangan itu, enam warga tewas dan enam lagi luka, termasuk beberapa wanita dan anak-anak, kata pernyataan pemberontak, yang Riyadh perangi sejak awal November.
Sepuluh warga lain tewas di pasar, yang dihantam salah satu serangan udara tersebut, kata pernyataan terpisah pemberontak itu, yang disiarkan di laman mereka.
Pemberontak Syiah, yang juga dikenal sebagai Zaidi, itu menyatakan akan mundur dari wilayah Arab Saudi jika Riyadh menghentikan serangan terhadap gerilyawan mereka, yang dilancarkan setelah kerajaan tersebut menuduh mereka membunuh seorang penjaga perbatasan dan menduduki dua desa Saudi.
Juru bicara pemberontak mengatakan kemudian bahwa mereka memukul mundur dua serangan darat, yang pasukan Yaman dan Arab Saudi lancarkan terhadap kedudukan mereka di dekat daerah Harf Sufyan di propinsi Omran, di utara Sanaa.
"Serangan itu dipukul mundur dan lima tank tentara hancur," kata juru bicara tersebut kepada kantor berita Prancis AFP, dengan menambahkan bahwa tentara Saudi juga menyerang Jabal Rumaih di perbatasan bergunung-gunung, dengan serangan hebat senjata berat.
"Serangan itu gagal," kata juru bicara tersebut, yang mengecam gerakan tentara tanpa henti tersebut meski ada tawaran pemberontak untuk damai.
Pemberontak itu pertama bangkit pada 2004. Pemerintah Yaman melancarkan serangan besar pada Agustus untuk mengakhiri pemberontakan tersebut.
Beberapa kelompok bantuan menyatakan lebih dari 150.000 orang terusir dari rumah mereka.
Yaman, yang menghadapi pemberontakan kelompok Syiah di utara dan penentangan di selatan serta pertumbuhan kegiatan sayap wilayah Alqaida, menyatakan tidak akan membiarkan kelompok pejuang di wilayahnya.
Arab Saudi, sekutu Amerika Serikat dan penghasil terbesar minyak di dunia, khwatir kegoyahan meningkat di negara tetangganya, Yaman, berubah jadi ancaman keamanan besar bagi kerajaan itu, karena Al Qaida diduga memiliki tempat berpijak lebih kuat di negara miskin tersebut.
Arab Saudi mulai menyerang gerilyawan Syiah di Yaman, yang dikenal dengan nama Houthi, pada awal November 2009 setelah gerilyawan melancarkan penyusupan lintas-perbatasan dan menewaskan dua penjaga perbatasan Saudi.
Gerilyawan itu, yang melancarkan perlawanan terhadap pemerintah Yaman pada 2004, berasal dari kelompok kecil Syiah Zaidi, dan mengeluh tersisih secara sosial, ekonomi dan agama. Gerilyawan dan pemerintah membantah sasaran mereka bersifat aliran.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010