Butuh efektivitas program, seberapa jauh birokrasi bekerja secara cepat dan alternatif metode yang lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengharapkan adanya desain program pemerintah yang lebih baik untuk mengatasi dampak COVID-19.
Tauhid dalam webinar Indef di Jakarta, Kamis, mengatakan kualitas program yang lebih baik dan tepat sasaran dapat membantu kelangsungan unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi masa-masa sulit seperti ini.
"Butuh efektivitas program, seberapa jauh birokrasi bekerja secara cepat dan alternatif metode yang lebih baik," katanya.
Menurut dia, masih ada program untuk memperkuat daya tahan ekonomi, dengan kepentingan yang kurang tepat bagi pelaku usaha penerima manfaat, padahal kondisi permintaan saat ini sedang melemah.
"Bantuan Presiden (Banpres) itu modal kerja, tapi desainnya seperti bansos untuk ultra mikro. Jadi meski jumlahnya kecil, tidak ada bedanya dengan PKH, prakerja maupun BPJS, padahal UMKM punya karakteristik sendiri," katanya.
Selain itu, Tauhid juga menilai terdapat program yang rumit dan tumpang tindih sehingga justru menyulitkan dalam proses pencairan anggaran dan menghambat implementasi kebijakan di lapangan.
"Tidak ada skenario birokrasi dalam pandemi, tidak semua kelembagaan pemerintah siap, dan tahu-tahu banyak uang masuk. Siapa yang tanggung jawab dengan anggaran besar dengan pengawasan di depan mata," ujarnya.
Ia mengatakan fokus pembenahan untuk membantu pelaku usaha kecil tersebut juga masih memerlukan data yang pas agar terdapat ketepatan penerima manfaat dan optimalisasi perluasan anggaran.
Secara keseluruhan, Tauhid menambahkan implementasi program pemulihan ekonomi itu sangat mendesak karena bisa menjadi fondasi bagi pelaksanaan kebijakan pada 2021 sehingga proses evaluasi juga sangat penting.
Sebelumnya, pemerintah mencatat realisasi pembiayaan untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 19 Agustus 2020 mencapai Rp174,9 triliun atau 25,1 persen dari pagu sebesar Rp695,2 triliun.
Penyebab penyerapan belanja yang lambat ini adalah proses pencairan anggaran yang membutuhkan waktu dalam segi penyiapan dokumen serta adanya program usulan baru.
Baca juga: Menkeu: Ekonomi Islam berperan dalam pemulihan imbas COVID-19
Baca juga: LIPI: Ekonomi rumah tangga wirausaha relatif lebih terdampak pandemi
Baca juga: Puan: Penanganan COVID-19 jadi salah satu fokus pengawasan DPR
Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020