Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan Nasional tengah mempersiapkan program pendampingan bagi narapidana anak yang telah menyelesaikan masa hukuman. Program itu bertujuan agar anak-anak tersebut bisa ikut pendidikan formal maupun nonformal .

"Kami akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas pendidikan di masing-masing daerah untuk menerbitkan surat rekomendasi guna membantu para pendamping memperoleh informasi sekolah mana yang akan dijadikan tempat bagi napi anak untuk melanjutkan pendidikannya," kata Sekretaris Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Bambang Indriyanto di Jakarta, Senin.

Para pendamping akan menemani para mantan narapidana anak, hingga mendapat sekolah formal, Sekolah Luar Biasa (SLB) tipe E, pondok pesantren atau pendidikan non formal lainnya yang sesuai dengan kemampuan napi anak tersebut.

"Program pendampingan sangat penting dilakukan, karena ada kecenderungan sekolah tidak mau menerima anak mantan narapidana. Selain itu, orangtua anak juga tidak mau berusaha keras untuk mencarikan sekolah bagi anaknya. Sehingga tidak heran jika anak-anak kembali berbuat kejahatan karena anak-anak itu tidak tahu harus melakukan apa," kata Bambang Indriyanto.

Program pendampingan ini merupakan tindaklanjut dari kerja sama tiga menteri dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan di lembaga pemasyarakatan (lapas), yaitu Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan narapidana menempuh pendidikan tingkat sarjana baik dalam lapas, maupun setelah keluar dari lapas, karena banyak pendapat menyatakan nasib napi tak akan lepas dari lingkungan sebelumnya sepanjang hidupnya.

"Kita tidak menginginkan anak-anak tersebut keluar lapas, sudah berbuat kejahatan lagi. Padahal, masa depan napi anak kan masih panjang. Untuk itu, perlunya bimbingan agar mereka tak gamang dalam menjalani hidup setelah keluar dari lapas," katanya.

Ia mengatakan, program pendampingan tersebut tidak menetapkan target waktu dan sangat bergantung kesiapan anak-anak tersebut untuk memasuki kehidupan sosial.

"Nantinya kita akan dampingi mereka hingga mereka merasa cukup mendapatkan pendidikan dan keterampilan dan kecakapan hidup agar bisa mandiri," katanya.

Ia mengatakan, para pendamping dalam program tersebut, nantinya adalah lulusan sarjana psikologi atau bimbingan penyuluhan sebab keahlian itu sangat penting untuk menangani anak-anak mantan narapidana.

"Jika anak mantan narapidana ingin melanjutkan pendidikannya di pesantren, maka tugas pendampingan ini diserahkan ke pimpinan pondok pesantren," katanya.

Ia menegaskan, pelayanan pendampingan ini terutama ditujukan bagi napi usia pendidikan dasar (7-15 tahun) dan prioritas kedua adalah anak usia jenjang pendidikan menengah (16-19 tahun). Bagi anak usia pendidikan dasar, semua pembiayaan akan ditanggung pemerintah. Sedangkan anak usia 16-19 tahun akan diberikan program beasiswa.

"Kami upayakan anak-anak ini bebas dari segala biaya. ini merupakan komitmen pemerintah terkait dengan pendidikan untuk semua," kata Bambang Indriyanto.

Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM menyebutkan, jumlah narapidana anak dari tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah narapidana anak (anak didik pemasyarakatan) sampai dengan bulan Maret 2008, berjumlah 5.630 anak. Sedangkan akhir tahun 2009 jumlahnya meningkat menjadi 5.760 anak.

Tentang rencana peningkatan program pelatihan bagi napi anak, Bambang Indriyanto mengatakan, hal itu masih terus dibahas dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan guna membahas beberapa keahlian yang akan ditingkatkan kualitasnya.

"Dengan peningkatan keterampilan ini diharapkan setelah keluar dari lapas mereka memiliki ijazah dan pendidikan untuk bekal bekerja. Keterampilan yang diajar pun sangat mumpuni dengan dunia kerja saat ini, sehingga mereka bisa langsung terkoneksi. Kebutuhan kerja penting bagi mereka," tambahnya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010