jumlah penduduk miskin memang meningkat 1,63 juta orang pada Maret 2020, dibandingkan dengan September 2019
Jakarta (ANTARA) - Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) kerap ditujukan bagi kegiatan usaha yang melibatkan masyarakat sekitar, memanfaatkan sumber alam secara berkesinambungan, hemat energi dan ramah lingkungan.
Pelibatan banyak pihak membuat pembangunan berkelanjutan disebut-sebut kalangan akademisi dan pengambil kebijakan sebagai solusi mendorong ekonomi di tengah wabah COVID-19.
Seperti diketahui dampak pandemi COVID-19 saat ini telah menyentuh sendi-sendi ekonomi. Bahkan telah menjadi perhatian serius membuat persoalan COVID-19 bukan hanya menjadi pekerjaan rumah bagi sektor kesehatan tetapi juga sektor lain termasuk ekonomi.
Tidak hanya di Indonesia, dampak COVID-19 terhadap ekonomi sudah menjadi perhatian pemerintahan di berbagai negara. Berbagai kebijakan dikeluarkan, salah satu yang diusung adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Tak pelak, pemerintah di seluruh dunia kini telah mengeluarkan paket stimulus fiskal dan ekonomi guna memperkuat kesehatan, menciptakan lapangan kerja, mengatasi kemiskinan serta membangun kembali ekonomi yang berkelanjutan di masa depan.
Kepala Kajian Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Alin Halimatussadiah menjelaskan hasil kajiannya bahwa sektor-sektor terkait dengan sumber daya alam, seperti kehutanan, pertanian, peternakan dapat menjadi peluang untuk menghadapi dampak COVID-19.
Alin saat bicara dalam diskusi virtual “Sustainable Economic Recovery in Indonesia: Opportunities & Challenges” Katadata menyebut dari hasil studi sejak April 2020 melihat adanya peluang dari pembangunan berkelanjutan sebagai solusi mendorong pemulihan ekonomi akibat COVID-19.
Dalam pembangunan berkelanjutan itu, Alin menekankan, perlu strategi yang tepat seperti mengoptimalkan sektor-sektor ramah lingkungan. Selain itu, penanganan bisnis sesuai sasaran juga bisa memberikan dampak positif bagi lingkungan dan tenaga kerja.
Alin mengatakan jangan pesimis terhadap sektor-sektor ramah lingkungan (green sector) tidak atraktif karena sektor seperti ini justru mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Baca juga: UNDP: Pembangunan berkelanjutan harus jadi bagian utama pemulihan
Di sisi lain, konsep kolaborasi ke depan juga bisa menjadi pamungkas agar pembangunan ekonomi berkelanjutan bisa terwujud. Dalam hal ini, Alin menegaskan agar sektor prioritas ditentukan dan manajemen ramah lingkungan dijalankan efektif.
Alin mencontohkan industri sawit sejak wabah terjadi memiliki banyak pekerjaan rumah untuk mewujudkan sektor usaha yang berkelanjutan.
Beberapa perkebunan telah memanfaatkan buah, cangkang, limbah menjadi produk bermanfaat tidak hanya bagi perkebunan tetapi juga masyarakat sekitar.
Seimbang
Sedangkan Staf Khusus Menteri Keuangan, Masyita Crystallin mengatakan konsep pembangunan pascapandemi harus dapat menyeimbangkan peran manusia dan lingkungan. Salah satu caranya melalui alokasi dana untuk pembangunan berkelanjutan.
Sejak 2015 pemerintah mengeluarkan anggaran khusus untuk lingkungan sebagai dampak menurunkan dampak pencemaran gas rumah kaca. Kemudian dari sisi desentralisasi, pemerintah mengeluarkan dana transfer ekologi, baik provinsi maupun kabupaten.
Masyita juga menyampaikan saat ini telah tersedia green sukuk atau surat utang berbasis syariah bagi perusahaan berwawasan lingkungan.
Kepala Ekonom PT Sarana Multi Infrastructure, I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan desain pemulihan ekonomi nasional dan daerah memang perlu, terutama berkaitan ekonomi berkelanjutan.
Desain ini dibutuhkan, jelas Kadek, agar sektor usaha tetap dapat menjalankan counter circle policy (terkait ekonomi berkelanjutan).
Baca juga: Bappenas sasar pembangunan rendah karbon pasca-corona
WHO menyebut, pandemi corona menyebabkan sekitar 600 ribu orang yang meninggal dari 14 juta kasus sejak awal 2020 ini. Tak hanya itu, terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia pun sebesar 5,2 persen, kira-kira tiga kali lipat dari tingkat penurunan selama resesi 2009 (Bank Dunia, 2020).
Menurut BPS jumlah penduduk miskin memang meningkat 1,63 juta orang pada Maret 2020, dibandingkan dengan September 2019. Sementara, tingkat pengangguran pada April-Mei 2020 meningkat menjadi 17 persen dengan 15 persen di-PHK tanpa pesangon dan 2 persen dengan pesangon (LD-LIPI, 2020), 22,74 persen responden tidak bekerja dan 2,52 persen responden di-PHK.
Tren
Lembaga riset Nielsen dalam laporannya bertajuk 'The Evolution of The Sustainability Mindset' terbitan 2018 menyebutkan adanya tren cukup besar perusahaan di dunia berkomitmen dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung ekonomi keberlanjutan.
Survei tersebut menempatkan perusahaan utamanya di Asia Tenggara termasuk Indonesia menduduki peringkat teratas dalam prospek keberlanjutan yang dicanangkan PBB. Sebanyak 76 persen perusahaan Asia Tenggara yang disurvei percaya bahwa mereka memiliki peran penting.
Berkenaan itu, Chief Sustainability Officer DBS Bank, Mikkel Larsen menegaskan pemulihan masa pandemi COVID-19 makin penting agar perusahaan lebih serius memperhatikan konsep keberlanjutan.
Mikkel dalam diskusi daring bertajuk "Restart and Rebuild After Crisis" mengakui adanya mandat CEO board tentang keberlanjutan, karena secara mendasar manajemen yakin hal seperti ini yang harus dilakukan di tengah pandemi saat ini.
Mikkel menjelaskan, kesadaran atas keberlanjutan saat ini telah menjadi tuntutan yang tak bisa diabaikan. Bahkan bagi investor yang kini kian peduli dengan bisnis berkelanjutan seperti peningkatan investasi berbasis bisnis yang berkelanjutan.
Baca juga: Pemerintah luncurkan P4G untuk pembangunan berkelanjutan
Menurut Global Impact Investment Report, telah terjadi peningkatan dampak investasi dari 119 miliar dolar AS pada 2016 menjadi 502 miliar dolar AS pada 2019.
Secara internal perusahaan telah melakukan bisnis keberlanjutan secara benar dan ternyata menjadi kebutuhan bisnis, kata Mikkel.
Di berbagai negara di Asia Tenggara seperti Singapura, pemerintahnya pro aktif dalam mendorong berbagai kebijakan untuk pelaku bisnis menerapkan konsep keberlanjutan.
Di negara itu ada permintaan agenda green sangat kuat, pajak karbon, termasuk penerapan program lingkungan pada bisnis, bank, dan korporasi.
Indonesia dengan berbagai kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayatinya, juga perlu lebih didorong agar bisa terlibat dalam upaya keberlanjutan itu. Hal yang tak boleh dilupakan, menurutnya selain komitmen kebijakan adalah partisipasi sosial, jelas Mikkel.
"Kalau kita melupakan partisipasi sosial, maka tidak akan kuat. Pandemi COVID-19 ini, telah memberikan tekanan negara berkembang, mereka harus mempersiapkan perlindungan bagi masyarakat," demikian Mikkel.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020