Pemakaian produk herbal yang populer di kalangan masyarakat China, yang salah satunya mengandung asam "aristolochic", ternyata ada kaitannya dengan meningkatnya resiko kanker saluran urin, demikian hasil studi penemuan para ilmuwan di Taiwan.

Asam aristolochic --masyarakat China mengenalnya dengan nama "Mu Tong"-- umummnya dapat ditemukan dalam beberapa macam produk herbal yang digunakan oleh masyarakat China untuk pengobatan hepatitis dan "eczema".

Sementara, hasil beberapa studi yang lebih dulu telah mengaitkan kanker "urhotelial" terhadap penggunaan asam aristoochic, hal ini merupakan penelitian pertama untuk melihat apakah kelompok yang sama dapat terjadi antara kanker dan produk herbal yang mengandung asam aristolochic.

Namun dalam sudi yang baru, para peneliti di Taiwan menganalisa sejarah pengobatan terhadap 4.594 pasien penderita kanker saluran urin dibandingkan dengan mereka yang berjumlah 174.701 yang tidak memiliki penyakit tersebut.

Pada sebuah makalah yang dipublikasikan the Journal of the National Cancer Institute, para peneliti mengatakan bahwa mereka yang mengonsumsi Mu Tong menderita resiko pengembangan kanker saluran urin jauh lebih tinggi dan tingkat resiko semakin tinggi terhadap dosis obat yang diberikan.

Dipimpin oleh Jung-Der Wang pada Institute of Occupational Medicne dan Industrial Hygiene di National Taiwan University, maka para peneliti mengeluarkan larangan terhadap berbagai produk yang mengndung Mu Tong.

"Selain itu juga melarang semua produk yang mengandung sedikitpun asam aristolochic , kami merekomendasikan untuk melanjutkan pengawasan berbagai macam herbal, termasuk herbal produk China yang kemungkinan dipalsukan dengan asam aristlochic yang terkandung dalam herbal tersebut," katanya.

Terakhir, para pasien yang mempunyai sejarah pernah mengonsumsi asam aristolochic neprophaty atau mengonsumsi Mu Tong atau Fangch sebelum adanya larangan harus selalu dimonitor secara teratur terutama terhadap kanker saluran urin.

Makalah dalam the Journal of the National Institute tersebut telah diterbitkan oleh Oxford Univeristy Press yang dikutip Reuters.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010