Jakarta (ANTARA) - Dokter paru menyarankan kepada para penyintas kanker paru untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat saat melakukan kontrol ke rumah sakit di tengah pandemi COVID-19.
"Jadi yang pertama adalah tetap memperhatikan protokol kesehatan," kata Spesialis Paru sekaligus Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Sita Laksmi Andarini dalam Diskusi tentang Paru yang digelar secara virtual oleh Cancer Information and Support Center (CISC), Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 yang memaksa masyarakat untuk tetap di dalam rumah dan menghindari kerumunan, aktivitas kunjungan penyintas kanker paru ke dokter pun menjadi semakin terbatas.
Namun demikian, dokter memperbolehkan pasien untuk melakukan kontrol ke dokter dua sampai tiga bulan sekali untuk melihat perkembangan kondisi pasien tersebut.
Baca juga: Dokter paru: Pandemi COVID-19 tingkatkan beban pelayanan kanker paru
Baca juga: Dokter paru: Kurang tidur bisa perbesar risiko terkena COVID-19
Untuk itu, diperlukan protokol ketat saat pasien akan melakukan kontrol ke dokter. Protokol ketat yang dimaksud adalah dengan selalu memakai masker, sering mencuci tangan dengan sabun dan juga menjaga jarak aman minimal 1,5 meter saat telah berada di luar rumah.
"Jadi untuk monitoring pasien kanker dalam treatment bisa dua sampai tugas bulan sekali. Pada saat itu boleh kontrol," katanya.
Selain itu, ia juga menyarankan pasien untuk memiliki nomor kontak dokter paru untuk memudahkan konsultasi yang tidak memerlukan kunjungan langsung ke dokter.
"Selalu miliki kontak (dokter) kalau terjadi apa-apa. Misalnya, efek samping bisa dimudahkan. Apalagi sekarang dimudahkan dengan telekonferensi. Jadi kalau ada keluhan, kalau keluhannya tidak terlalu berat boleh WA. Tapi kalau berat emang harus bertemu," katanya.
Selain menyarankan perlunya memiliki nomor kontak dokter untuk konsultasi via daring, Sita juga mengimbau para penyintas untuk menahan diri untuk tidak bepergian sehingga menghindari kontak erat dengan orang lain saat berada di luar.
"Kurangi bepergian. Jadi yang dinamakan kontak erat adalah satu kontak tanpa APD selama 15 menit dalam jarak kurang dari 6 feet atau 1,5 meter. Selama 15 menit saja sudah dinamakan kontak erat dalam kriteria WHO. Sehingga kondisi demikian memudahkan penularan," katanya.
"Oleh karena itu, seandainya ingin berkumpul-kumpul, mungkin pada saat ini pasien kanker paru yang sedang dalam pengobatan jangan dahulu. Apalagi yang sedang kemoterapi," demikian kata Sita.*
Baca juga: Dokter paru: Happy hipoxia bisa dialami oleh semua penderita COVID-19
Baca juga: Dokter paru: Sumbatan pada proses respirasi sebabkan "happy hypoxia"
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020