Sebagaimana dilansir dari situs OJK, POJK 39/POJK.05/2020 ditetapkan untuk memberikan keleluasaan kepada pelaku industri asuransi dalam menyebarkan risiko reasuransinya.
Direktur utama PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) Adi Pramana menyambut pemberlakuan POJK ini. Pasalnya, aturan baru tersebut tak lain untuk memacu industri reasuransi agar terus meningkatkan daya saing baik di pasar domestik maupun internasional.
Terlebih di dalam POJK 39/2020 menghapus kewajiban persentase dukungan reasuransi dari reasuradur dalam negeri, untuk pertanggungan yang memiliki risiko sederhana, _subject to list_ negara yang akan dikeluarkan oleh OJK
"Jelas, ini sebuah tantangan, dan kami sangat siap untuk itu," kata Adi saat dikonfirmasi, Selasa.
Sebelumnya, pada POJK No.14/POJK.05/2015, perusahaan asuransi diwajibkan menanamkan 100 persen preminya untuk risiko sederhana pada reasuradur nasional. Dengan diberlakukannya POJK 39/2020, tidak ada minimal persentase premi yang diwajibkan untuk ditanamkan pada reasuradur nasional.
Adi tidak menampik, hal ini menjadi wake-up call bagi ekosistem reasuransi di Tanah Air agar terus berimprovisasi dan meningkatkan layanan kepada industri asuransi.
Lebih lanjut, Adi menegaskan pihaknya telah mempersiapkan diri antara lain dengan peningkatan kapasitas, kemudian rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) diatas 200 persen, lalu mempercepat service level agreement (SLA), hingga pemutakhiran sistem IT yang terus berlangsung.
"Masing-masing perusahaan memang harus memperkuat diri sendiri. Karena pada akhirnya perusahaan reasuransi dalam negeri memang harus meningkatkan kualitas," ujar Adi.
Senada dengan Adi, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Dalimunthe menyatakan, berpendapat bahwa POJK 39/2020 tersebut memang memiliki semangat agar industri reasuransi Indonesia unggul dengan kapasitas yang besar, serta berperan dalam menjaga laju perekonomian negara, khususnya di tengah kondisi krisis akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
"Namun sebagai bagian dari industri keuangan global, maka proses bisnis asuransi akan terkait dengan banyak pihak dan beberapa negara, dimana akan berpengaruh kepada neraca keuangan negara," ucapnya.
Dia pun mengingatkan perusahaan reasuransi untuk meningkatkan kapasitasnya guna menjaga industri.
Kapasitas risiko dari enam perusahaan reasuransi yang ada saat ini di dalam negeri, dinilai relatif cukup untuk menampung berbagai risiko industri asuransi.
Meskipun begitu, Dody menilai bahwa pengembangan kapasitas reasuransi tetap butuh dilakukan guna mendorong ekosistem industri asuransi dan reasuransi dalam negeri. Hal itu pun dapat berpengaruh terhadap kualitas bisnisnya.
"Kapasitas risiko akan terus meningkat karena risiko juga bertambah. Bahkan, untuk risiko-risiko baru belum tentu reasuradur mengambil share yang besar," kata dia.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020