Jakarta (ANTARA) - Tatkala Lionel Messi memenangi Ballon d'Or keenam yang baru kali itu dicapai seorang pesepak bola, Desember tahun lalu, spekulasi sudah mulai merebak mengenai masa depan karirnya di Barcelona.
Si jenius sepak bola asal Argentina berusia 33 tahun ini kian tak bisa lagi sendirian menyelamatkan klubnya yang hancur, seperti sering dia lakukan pada masa-masa sebelumnya.
Barcelona, meski sukses mengangkat gelar La Liga, sempat terpuruk pada ujung musim 2018-2019, ketika menyianyikan kemenangan 3-0 dalam semifinal Liga Champions musim lalu dari Liverpool di mana dua gol di antaranya disumbangkan oleh Messi.
Baca juga: Akhir sebuah era di Barcelona setelah Messi minta cerai
Mereka ambruk 1-2 di tangan Valencia pada final Copa del Rey. Lagi-lagi pemain Argentina itu yang menjadi pencetak gol yang sayang cuma sebagai pelipur lara dan sudah sangat terlambat.
Tetapi semua itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan musim 2020 yang tandus yang dialami Barcelona yang diakhiri dengan hinaan paling menyakitkan kalah 2-8 di Lisbon.
Dipermalukan Bayern
Kekalahan sangat memalukan 2-8 pada perempat final Liga Champions melawan Bayern Muenchen di Lisbon 12 hari lalu menggenapkan kesengseraan Barcelona yang untuk pertama kali sejak 2007 harus menyelesaikan musim tanpa satu pun trofi.
Itu juga menandai untuk pertama kalinya Barca kebobolan delapan gol dalam satu pertandingan sejak kalah 0-8 dari Sevilla pada Piala Spanyol 1946.
Tetapi jauh lebih penting dari itu, hal itu menyiratkan akhir era si superstar nan subur mencetak gol itu harus dilewatkan di tempat lain, di klub yang baru.
Dampaknya sporadi. Pelatih Quique Setien dipecat setelah hampir enam bulan mengasuh Barcelona. Demikian juga dengan direktur olahraga Eric Abidal yang dilengserkan hampir bersamaan.
Bahkan penunjukan mantan favorit penggemar Camp Nou Ronald Koeman sebagai pelatih kepala pekan lalu tak bisa meyakinkan Messi agar bertahan.
Baca juga: Koeman akan mati-matian bujuk Messi yang ingin hengkang
Pelatih asal Belanda itu sudah mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan bersih-bersih. Namun pada usia 33 tahun, Messi merasa sudah tidak punya waktu untuk menunggu sampai Barca yang dibangun kembali oleh Koeman mampu menyeruak lagi ke panggung sepak bola elit Eropa.
Dan akhirnya Selasa kemarin, Messi memberi tahu Barcelona bahwa dia ingin "secara sepihak" mengakhiri kontraknya dengan memicu klausul lepas. Kabar ini seketika menciptakan gelombang kehebohan di seantero jagat olahraga.
Tidak akan ada kekurangan klub yang ingin mempekerjakan Messi, yang bisa dibeli dengan status bebas transfer. Namun favorit pelabuhan berikutnya Messi sepertinya adalah Manchester City, yang dipimpin oleh mantan mentor Barcelona Pep Guardiola.
Musim ini City hampir mencapai kejayaan di Eropa. Tetapi musim nanti ketika ada tambahan kekuatan dari Messi si pemenang Liga Champions empat kali bisa memberi faktor X yang dibutuhkan Guardiola untuk memenangkan satu trofi yang tak kunjung menghiasa lemari piala Manchester City.
Gejolak membuncah yang menyelimuti Barcelona telah tercermin dalam statistik Messi yang kian berkurang.
Meskipun dia berhasil mencetak 31 gol dalam semua pertandingan selama musim yang baru saja berakhir lalu dan sempat dihentikan virus corona, pencapaian itu adalah hasil terendah Messi sejak 2007-2008 ketika ia baru berusia 20 tahun.
Baca juga: Terjadi pro-kontra melepas Messi dalam manajemen Barcelona
Tak Tergantikan
Di masa lalu Barcelona menandaskan bahwa mereka berencana mempersipkan masa tanpa Messi seandainya dia pensiun, kapan pun itu terjadi. Namun kenyataannya adalah nomor 10 mereka tidak tergantikan.
Dia telah menghabiskan seluruh karir profesionalnya bersama Barcelona, memenangkan 33 trofi yang merupakan rekor terbanyak klub ini, termasuk 10 gelar juara La Liga, empat trofi Liga Champions UEFA, tiga trofi Piala Dunia Antarklub, dan enam Piala Spanyol.
Sama mengerikannya antara dia sebagai playmaker dan pencetak gol mematikan nan memukau, Messi memegang rekor gol terbanyak dan hattrick terbanyak di La Liga. Dia telah mencetak lebih dari 700 gol tim senior untuk klub dan negaranya.
Tapi tahun terhebatnya sudah lama sekali. Pada musim 2011-2012, di bawah asuhan Guardiola, dia menjadi pencetak gol terbanyak Barcelona sepanjang masa pada usia hanya 24 tahun, memecahkan rekor gol 232 milik Cesar Rodriguez yang bertahan selama 57 tahun.
Tahun itu Messi mencetak rekor gol La Liga dengan 50 gol dalam perjalanan menuju rekor gol terbanyak sepanjang masa kompetisi Eropa dengan 73 gol yang memecahkan rekor 67 gol milik Gerd Mueller yang dicetak pada musim 1972-1973 di Liga Jerman.
Hampir satu dekade kemudian, Messi masih menyimpan ambisi yang belum terpenuhi, termasuk mahkota Liga Champions lainnya dan trofi utama yang sulit digapai bersama Argentina untuk menambah perbendaharaan medali emas Olimpiadenya pada 2008.
Seiring waktu yang hampir habis dalam karir yang telah mencatat enam Ballon d'Ors dan enam Sepatu Emas, itu semua adalah faktor utama dalam meyakinkan dia guna mengakhiri masa-masa terakhir bermainnya di luar klub yang sudah menjadi rumahnya sejak tiba sebagai seorang bocah berusia 13 tahun.
Baca juga: Tiga klub tujuan Messi jika tinggalkan Barcelona
Baca juga: Messi sudah bicara dengan Guardiola, jadi pindah ke City ?
Sumber: AFP
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2020