Kolombo (ANTARA News/Reuters) - Pemerintah Kolombo hari Jumat menolak temuan-temuan tiga penyelidik PBB yang menyatakan bahwa video eksekusi yang tampaknya dilakukan oleh prajurit Sri Lanka mungkin benar.

Reaksi itu disampaikan setelah Philip Alston, pelapor khusus PBB mengenai eksekusi tanpa pengadilan, Kamis mendesak penyelidikan independen setelah seorang ahli pathologi forensik, seorang analis video forensik dan seorang ahli senjata api menyimpulkan bahwa video itu mungkin benar.

Televisi Saluran 4 Inggris mengudarakan sebuah rekaman video tahun lalu yang katanya menunjukkan pasukan pemerintah membunuh orang-orang yang tidak bersenjata, telanjang dan diikat serta ditutup matanya selama serangan final militer untuk menumpas pemberontak Macan Tamil.

Pemerintah Sri Lanka segera menolak tuduhan itu dan menyebutnya sebagai penipuan yang dilakukan oleh pendukung Macan Tamil yang marah karena kelompok separatis itu telah kalah, dan mengatakan bahwa penyelidikan mereka sendiri yang dilakukan oleh ahli-ahli sipil dan militer mendapati bahwa video itu direkayasa.

"Kami menolak tuduhan-tuduhan ini," kata Menteri Luar Negeri Rohitha Bogollagama. "Mengenai temuan-temuan bertentangan yang berlanjut itu, kami tidak bisa menerimanya."

Menteri itu menunjuk pada sejumlah rincian yang kata Alston tidak bisa dijelaskan, seperti gerakan korban tertentu, 17 kerangka pada akhir video, dan kenyataan bahwa tanggal yang tercantum di video itu -- 17 Juli 2009 -- adalah sebulan setelah perang berakhir.

Meski demikian, seluruh ketiga ahli itu menyimpulkan bahwa tayangan tersebut mungkin asli, kata Alston.

Komisaris Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Navi Pillay hari Jumat mendesak Sri Lanka mengizinkan penyelidikan independen atas tuduhan-tuduhan bahwa eksekusi telah berlangsung.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Sebelum dikalahkan total, gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010