Jakarta (ANTARA News) - Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi mengatakan bahwa perjanjian perdagangan bebas (FTA) rawan ditunggangi penumpang gelap sehingga perlu pengamanan dalam pelaksanaannya.
"Perlu pengamanan agar FTA efektif artinya supaya jangan ada penumpang-penumpang gelap yang memanfaatkan karena ini banyak sekali penumpang gelap," kata Edy di Jakarta, Jumat.
Ia mencontohkan, untuk komoditas kopi saat ini Indonesia baru melakukan perjanjian dengan Korea. Namun di lapangan banyak sekali di pasar internasional yang menggunakan surat keterangan asal (SKA) Indonesia.
"Kita banyak sekali mengalami hal-hal seperti ini, juga ekspor komoditas udang ke Amerika yang menggunakan SKA kita, padahal bukan dari kita," katanya.
Edy menyebutkan untuk mengawal efektivitas FTA dan melakukan pengamanan, pemerintah membentuk Tim Penanggulangan Masalah Industri dan Perdagangan.
"Ketuanya Menko Perekonomian, Wakil Ketua (Waka) I Menperin, Waka II Mendag, Ketua Pelaksana Sesmenko Perekonoami, saya wakilnya, anggotanya semua eselon I terkait, juga Kadin dan Apindo," katanya.
Nantinya akan dibuat sub-sub tim tapi fokusnya pada penguatan ekspor termasuk mengamankan FTA, bukan hanya dengan China tapi juga Korea, Jepang, dan India.
Menurut dia, Indonesia harus menjalin kerjasama dengan negara-negara lain untuk mendeteksi adanya penyalahgunaan SKA yang merugikan Indonesia.
Menurut dia, tim juga akan berupaya menyempurnakan sistem pemberitahuan impor dan ekspor barang (PIB/PEB) sehingga adanya penumpang gelap dalam FTA bisa dicegah.
"Sistem ini kan sejak Dirjen Bea dan Cukainya Pak Eddy Abdurrachman tidak pernah berubah, padahal banyak sekali instrumen data yang perlu ditambah, misal bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan dan `safeguard` (pengaman). Ini kita `benerin` supaya jangan banyak penumpang gelap banyak," katanya.
Menurut dia, tim juga berupaya menyusun standar operasi dan prosedur (SOP) penanganan/penyelesaian kasus ekspor.
"Banyak sekali kasus ekspor dan kita belum punya SOP. Tim akan menampung dan mempelajari masalah-masalah ini," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010