Korban terorisme yang ingin mengajukan permohonan bisa langsung datang ke LPSK dengan melengkapi sejumlah persyaratan....

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau para korban terorisme masa lalu segera mengajukan permohonan perlindungan agar bisa memperoleh hak-hak yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.

"Kami mengimbau korban terorisme masa lalu agar mengajukan permohonan kepada LPSK untuk mendapatkan hak-haknya," ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dalam jumpa pers secara virtual, Selasa.

Korban terorisme masa lalu yang dimaksud adalah korban peristiwa terorisme yang terjadi sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

Baca juga: LPSK: Korban terorisme tidak akan dilupakan

Pada pasal 43L Ayat (4) disebutkan bahwa korban terorisme masa lalu diberi waktu untuk mengajukan permohonan perlindungan paling lama 3 tahun sejak UU Nomor 5 Tahun 2018 mulai berlaku.

UU tersebut berlaku pada tanggal 21 Juni 2018 sehingga batas akhir pengajuan permohonan pada tanggal 21 Juni 2021.

Edwin mengimbau para korban terorisme masa lalu segera mengajukan permohonan perlindungan sebelum batas waktu tersebut berakhir.

Berdasarkan penelusuran LPSK, jumlah korban terorisme masa lalu sejak 2002 hingga Juni 2018 yang mengalami luka dan meninggal dunia berjumlah 1.355 orang.

Ia menyebutkan jumlah permohonan korban terorisme masa lalu yang masuk ke LPSK hingga saat ini berjumlah 399 orang.

"Artinya, masih banyak korban yang belum mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Kami membuka ruang itu kepada semua korban untuk mengajukan permohonan kepada LPSK," ujar Edwin.

Baca juga: LPSK-BNPT susun strategi implementasi PP 35/2020

Lebih lanjut, Edwin menjelaskan bahwa korban terorisme yang ingin mengajukan permohonan bisa langsung datang ke LPSK dengan melengkapi sejumlah persyaratan, termasuk surat keterangan sebagai korban yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Syarat itu diatur di UU Nomor 5 Tahun 2020. LPSK akan memeriksa kelengkapan administrasi apabila ada yang kurang lengkap nanti LPSK akan menghubungi pemohon," katanya.

Adapun hak-hak yang akan diterima korban terorisme masa lalu, lanjut Edwin, meliputi perlindungan fisik, perlindungan atau bantuan hukum, bantuan biaya hidup, rehabilitasi medis, psikologis dan psikososial, pemenuhan hak prosedural, dan fasilitasi permohonan kompensasi.

Dalam kesempatan itu, Edwin juga menyampaikan bahwa pada tanggal 28 Juli 2020 LPSK telah membentuk tim kerja percepatan penanganan korban tindak pidana terorisme masa lalu. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Keputusan Ketua LPSK RI Nomor: Kep 450/1/LPSK/07/2020.

Baca juga: Presiden tandatangani PP perlindungan WNI korban pelanggaran HAM

Pembentukan tim kerja tersebut bertujuan agar penanganan korban terorisme masa lalu lebih cepat, tepat, efektif, efisien, dan akuntabel.

Selain itu, tim yang dikomandoi oleh Wakil Ketua LPSK Susilaningtias ini juga bertugas melakukan inventarisasi, sinkronisasi, dan pemutakhiran data korban tindak pidana terorisme masa lalu.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020