"Saya sudah sampaikan usul kepada pimpinan Fraksi PDIP, kalau bisa tidak usah sampai ke Badan Kehormatan (BK) karena Ruhut sudah meminta maaf dan mencabut kata-kata yang dianggap kasar. Apa jadinya juga kalau sampai ke BK, sementara saya adalah Ketua BK DPR," kata Gayus dalam dialektika demokrasi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat.
Gayus menyatakan, dirinya tidak terpancing dengan provokasi atau kata-kata kasar yang disampaikan Ruhut. Gayus membantah ikut terprovokasi sehingga ada kata kasar yang disampaikan kepada Ruhut.
"Rapat itu ada rekamannya. Sama sekali saya tidak terpancing untuk menyampaikan kata-kata kasar. Saya bisa menahan diri, setiap kali saya akan terpancing, saya teringat ketua umum partai saya yang memberi amanat agar saya menjalankan tugas secara baik di panitia angket," katanya.
Gayus mengemukakan, pada Kamis (7/1) malam, panitia angket melakukan rapat pleno. Pada saat itu, Ruhut menyatakan mencabut kata-kata kasar yang disampaikan dalam rapat sebelumnya. Ruhut juga meminta maaf.
Menurut Gayus, bukan hanya Ruhut yang meminta maaf, tetapi juga dirinya. "Sama-sama memaafkan. Kalau orang sudah meminta maaf, berarti sudah menyadari kesalahan," katanya.
Menurut Gayus, masalah akan berkepanjangan jika harus diselesaikan di BK DPR. Gayus juga merasa tidak nyaman harus memimpin sebuah pemeriksaan pada kasus yang terkait dirinya. Karena itu, masalah dianggap selesai.
Fraksi Partai Demokrat (FPD) pada Jumat menjawab permintaan klarifikasi yang disampaikan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI terkait pertikaian antara Gayus Lumbuun dan Ruhut Sutompul.
Klarifikasi FPD disampaikan surat yang ditandatangani Ketua FPD DPR Anas Urbaningrum dan Sekretaris FPD Agung Budi Santoso di Gedung DPR/MPR Jakarta.
Anas mengemukakan, insiden adu mulut di rapat Panitia Angket Kasus Bank Century DPR RI yang melibatkan Ruhut Sitompul (PD) dan Gayus Lumbuun (PDIP) merupakan bagian dari dinamika pembicaraan di dalam rapat panitia angket.
"Kejadian tersebut juga harus dilihat dari konteks yang utuh, yaitu `aksi dan reaksi` dan `reaksi dan reaksi lanjutan`," katanya.
Terkait kata-kata kasar yang dilontarkan Ruhut (dimana Ruhut sempat melontarkan kata `bangsat`), Anas mengemukakan, Gayus juga secara terbuka menyampaikan kata "kurang ajar" dan "suara setan".
Namun sejauh ini, FPD belum menyimpulkan bahwa kata "kurang ajar" dan "suara setan" yang ditujukan kepada Ruhut sebagai penghinaan kepada FPD.
"Meskipun kami tidak menutup kemungkinan untuk membuat kesimpulan ke arah sana (penghinaan)," kata Anas.
Atas hal tersebut, FPD berpendapat bahwa kejadian itu tidak ada urgensinya untuk diperpanjang dan dibesar-besarkan.
"Kami setuju dengan pendapat Fraksi PDI Perjuangan bahwa kita perlu saling menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan pendapat dalam membangun demokrasi di Indonesia," katanya.
FPD juga berpendapat bahwa kejadian tersebut tidak perlu dijadikan alasan untuk terganggunya silaturahmi dan kerja sama kedua fraksi dalam menjalankan tugas dan fungsi di DPR RI.
Sebelumnya, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI meminta klarifikasi kepada Fraksi Partai Demokrat terkait pernyataan anggota Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul pada rapat Panitia Angket Kasus Bank Century DPR RI pada Rabu (6/1).
Permintaan klarifikasi disampaikan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Tjahjo Kumolo kepada pimpinan Fraksi Partai Demokrat DPR RI pada Kamis (7/1).
Ruhut Sitompul dalam rapat tersebut secara terbuka menyampaikan kata-kata kasar kepada Wakil Ketua Panitia Angket Gayus Lumbuun.
Tjahjo mengemukakan, penyampaian kata yang tidak terhormat telah mencederai kehormatan DPR RI, khususnya pimpinan Panitia Angket kasus Bank Century. "Perlu diingat bahwa pimpinan merupakan pengejawantahan dari lembaga DPR, bukan lagi atas nama fraksi-fraksi," katanya.
Tjahjo mengemukakan, mengingat Gayus adalah anggota Fraksi PDIP, maka kata-kata kasar merupakan penghinaan kepada Fraksi PDIP dan PDI Perjuangan sebagai partai politik.
PDI Perjuangan menyatakan keberatan atas pernyataan Ruhut dan meminta klarifikasi kepada Fraksi Partai Demokrat.
"Fraksi PDI Perjuangan sangat menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan pendapat dalam membangun demokrasi demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negara, tetapi dengan tetap memperhatikan etika dan kesantunan," kata Tjahjo.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010