"Kami senang sekolah kembali dibuka, karena anak-anak juga sudah jenuh juga belajar di rumah," ujar seorang wali murid, Romadona, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Romadona yang saat ini menetap di Rengat, Indragiri Hulu, Riau, tersebut mengatakan anaknya sejak sepekan yang lalu telah belajar tatap muka di sekolah.
Baca juga: Orang tua sambut baik perpanjangan masa sekolah di rumah
Meskipun pembelajaran dilakukan secara bergiliran dan hanya dua jam berada di sekolah, anaknya senang bisa kembali belajar di sekolah.
"Anak saya kelas dua SD, masuknya hanya Senin hingga Rabu dari pukul 08.00 WIB sampai 10.00 WIB," tambah Romadona.
Dengan anak kembali belajar di sekolah, ia mengaku terbantu dan bisa kembali fokus bekerja sebagai PNS. Saat pembelajaran jarak jauh dilakukan, ia sempat kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan menjadi guru di rumah.
"Anak saya juga sudah bosan belajar di rumah. Padahal, di sini tidak begitu terdampak dengan COVID-19," katanya.
Hal senada juga disampaikan wali murid lainnya, yakni Hamidah yang tinggal di Muara Tebo, Kabupaten Tebo, Jambi. Hamidah mengaku senang dengan keputusan pemerintah untuk membuka sekolah di zona kuning dan hijau.
"Pembelajaran jarak jauh di sini kurang efektif, karena tidak semua orang tua memiliki gawai. Di sini juga akses listrik dan internet pun belum merata," kata Hamidah.
Baca juga: SMAN 2 Nganjuk jadi referensi pembelajaran tatap muka di Jatim
Baca juga: Kemendikbud : Sekolah perlu sediakan dua opsi pembelajaran
Hamidah mengatakan jika pembelajaran jarak jauh masih berlanjut, anak dirugikan karena pembelajarannya banyak yang tertinggal.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendikbud melakukan relaksasi pembukaan sekolah untuk zona kuning. Pembukaan sekolah boleh dilakukan di zona hijau dan kuning dengan persyaratan disetujui Pemerintah Daerah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan orang tua peserta didik. Jika orang tua tidak setuju, peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa.
Pembukaan sekolah dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pada saat sekolah dibuka pun, peserta didik tidak bisa masuk sekaligus dan harus secara bergantian. Standar awal 28 hingga 36 peserta didik per kelas, dibatasi menjadi 18 peserta didik untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.
Untuk jumlah hari dan jam belajar juga akan dikurangi, dengan sistem bergiliran, rombongan belajar yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Begitu juga jam belajarnya hanya sekitar empat jam. Jarak antarpeserta didik 1,5 meter, tidak ada aktivitas kantin, tempat bermain, maupun aktivitas olahraga.
Baca juga: Akademisi: kegiatan belajar tatap muka perlu kesiapan matang
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020