Jakarta (ANTARA News) - PT Garuda Indonesia sampai sekarang masih menghitung besaran potensi kerugian akibat tidak melayani penerbangan ke Timia sejak 4 Januari 2010, menyusul penghentian pasokan avtur secara mendadak oleh pengelola Bandara Mozes Kilangin, Timika pada 3 Januari 2010.

"Sampai sekarang sudah tiga hari kami tidak terbang ke Timika. Berapa `potential lost`-nya masih kita hitung," kata Direktur Operasi PT Garuda Indonesia, Capt. Ari Sapari didampingi Kepala Komunikasi Perusahaan Garuda, Pujobroto usai pertemuan tertutup dengan pihak terkait yang dipimpin Dirjen Perhubungan Udara, Dephub, di Jakarta, Kamis.

Namun, kata Ari, sejak rute tersebut tak dilayani, penerbangan Garuda ke Papua masih dilakukan, hanya saja rutenya dialihkan menjadi Jakarta-Denpasar-Biak-Jayapura dari sebelumnya Jakarta-Denpasar-Timika-Jayapura.

Ari juga menjelaskan, prinsip penerbangan dan pelayanan Garuda selama ini, memegang empat utama prinsip yakni keselamatan dan keamanan penerbangan (safety), kelangsungan pelayanan, kenyamanan dan servis kepada penumpang dan keekonomian.

"Empat itu yang utama, termasuk yang mendasari kami, mengapa untuk sementara kami memutuskan penghentian penerbangan, karena pasokan BBM avtur dari Timika tidak memadai sehingga kami mengalihkan ke Biak," katanya.

Ari juga mengaku, sejak dihentikan, pihaknya menerima banyak keluhan dari para konsumen dan hal itu sudah dijelaskan dengan baik alasannya. "Konsumen umumnya mengerti," katanya.

Sementara itu, menurut salah seorang pilot Garuda yang sering menerbangkan pesawat Garuda ke wilayah timur Indonesia, Manotar Napitupulu menyebut rata-rata tingkat isian pesawat yang melayani penerbangan ke Timika sebesar 80 persen per hari.

"Jika kapasitas pesawat B737-400 sebanyak 124 tempat duduk, maka sekitar 80-99 tempat duduk adalah penumpang tujuan Timika," katanya.

Artinya, lanjut dia, dengan tarif tiket berkisar Rp2 juta per penumpang, maka potensi kerugiannya sekitar Rp150 juta lebih per hari.

Namun, Pujobroto memastikan Garuda sebenarnya tidak mengalami kerugian secara langsung dengan menutup penerbangan ke Timika, karena mengalihkan penerbangannya ke Biak.

Manotar menambahkan, insiden penolakan pengisian avtur oleh pihak Kepala Bandara beberapa hari lalu mengakibatkan Garuda harus membuang avtur 3.000 liter karena harus terbang ke Biak untuk mengisi avtur.

Manotar juga mengaku merasa dilecehkan dengan sikap penolakan pengisian avtur oleh Kepala Bandara Timika.

"Kalau tidak ada fuel, bilang dong dari awal. Paling tidak dari Jayapura sudah diinfokan dong seharusnya. Saya merasa dilecehkan sebagai pilot Indonesia dengan perilaku tersebut, karena kami tidak merasa salah dengan menolak mengangkut pejabat Freeport itu," katanya.

Bahkan, kata Manotar, Kepala Bandara Timika secara tegas menyebut Direktur Utama kami Emirsyah Satar untuk meminta maaf kepada Vice President Freeport atas insiden tersebut. "Ini pelecehan dan kental dengan arogansi," kata Manotar.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010