PBB (ANTARA News) - Utusan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Afghanistan pada hari Rabu menyerukan perlunya rekonsiliasi damai antara pemerintah Kabul dan gerilyawan Taliban.

"Proses perdamaian dan rekonsiliasi harus dilakukan dan menjadi satu bagian integral dari agenda politik," kata Kai Eide, yang akan mengakhiri jabatannya Maret depan. "Langkah itu hendaknya didasarkan pada Konstitusi dan harus dipimpin Afghanistan dan dimiliki oleh rakyat Afghanistan sendiri."

Jika pihak pemberontak sepakat untuk ikut ambil bagian dalam proses perdamaian, ini akan meningkatkan pentingnya prospek penarikan tentara asing, katanya kepada Dewan Keamanan PBB.

Kendatipun demikian, Eide menyarankan gerilyawan di Afghanistan agar menjauhkan diri mereka dari tindakan masa lalu dan menyongsong masa datang di samping kemajuan yang telah dicapai di Afghanistan. Dia mengatakan badan dunia bersedia untuk mempromosikan rekonsiliasi seperti itu.

Pemerintah Kabul yang didukung negara-negara Barat berulang kali menyerukan perundingan perdamaian dengan Taliban, yang ditumbangkan dalam serangan yang dipimpin Amerika Serikat pada akhir 2001.

Namun Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, mengatakan dia berencana mengupayakan dialog dengan pemimpin Taliban, sepanjang mereka bersedia menerima konstitusi.

Namun Taliban secara konsisten menolak perundingan-perundingan dengan Kabul, sampai tentara internasional meninggalkan negaranya.

NATO dan AS menempatkan 113.000 tentaranya di negara itu untuk berperang melawan pemberontak, yang telah menyebar luaskan bekas jejak kaki mereka ke seluruh wilayah utara dan timur yang sebelumnya damai, dan menyebabkan makin banyaknya korban tewas dari negara-negara Barat.

Lebih dari 40.000 tentara tambahan AS dan NATO akan tiba dalam tahun ini, didukung oleh ribuan rakyat sipil, sebagai strategi perang selain taktik medan tempur, menjadi pembangunan dan pemberian bantuan.

Dalam pidatonya kepada Dewan Keamanan, Eide juga mengusulkan strategi transisi baru yang bisa mengizinkan rakyat Afghanistan menentukan masa depan mereka sendiri, berdasarkan pembangunan lembaga-lembaga sipil secara sistematis untuk mampu berpemerintahan, melaksanakan tugas dan pembangunan ekonomi Afghanistan.

"Kalau kami tidak memberdayakan komponen sipil ini dalam strategi transisi sebagaimana komponen militer, jelas kami akan salah," katanya menambahkan.

Eide mengatakan dalam konferensi London mengenai Afghanistan, yang dijadwalkan 28 Januari, harus disetujui `strategi pemberdayaan politik di mana rakyat Afghanistan sebagai pemilik dan berkapasitas di pusat kegiatan kami.`

Dia memperingatkan bahwa peningkatan kehadiran militer yang dipimpin oleh Pasukan Bantuan Keamanan Internasional NATO (ISAF) `hendaknya tidak menimbulkan peningkatan tekanan terhadap hasil cepat dalam berpemerintahan dan upaya-upaya pembangunan ekonomi, yang bisa membelokkan sumber daya alam dari pendekatan jangka lama ke pembangunan lembaga sipil dan pembangunan ekonomi.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010