dalam beberapa penggalian sempat ditemukan benda-benda bernilai sejarah antara lain pondasi, keramik-keramik, hingga piring-piring
Jakarta (ANTARA) - Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Angga Putra Fidrian mengatakan Kampung Akuarium belum bisa disebut sebagai cagar budaya meski beberapa kali ditemukan benda bersejarah.
"Saya gak bilang Kampung Akuarium cagar budaya, karena ini belum ditetapkan," kata Angga dalam webinar mengenai Kampung Akuarium di Jakarta, Senin.
Baca juga: Pembangunan Kampung Susun Akuarium direncanakan rampung Desember 2021
Angga mengakui dalam beberapa penggalian sempat ditemukan benda-benda bernilai sejarah antara lain pondasi, keramik-keramik, hingga piring-piring.
Dia juga mengklaim bahwa benda-benda tersebut bukanlah dari zaman penjajahan, karena berasal dari tahun 1920-an, bukan berasal dari bawah 1900-an.
"Saya gak tau lagi detailnya apa lagi. Tapi yang udah pasti itu pondasi ada dari tahun 1920-an. jadi bukan di bawah 1900-an ya yang masih masuk penjajahan, tapi itu 1920 yang udah agak modern," katanya.
Baca juga: Hidup bersemi kembali di Kampung Akuarium
Karena tidak masuk dalam kawasan cagar budaya, lanjut Angga, sehingga bisa dilakukan pembangunan yang merujuk pada Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi yang disebutnya berada di sub zona milik pemerintah daerah atau P3.
"Ketika bicara cagar budaya bukan bangunan, tapi wilayah. Itu mengapa secara aturan enggak ada pelanggaran yang dilakukan karena secara peruntukan lewat zonasi P3 sub zona pemerintahan yang rumah susun boleh dibangun. Ini berbeda dengan Kota Tua yang mengikuti cagar budaya du sekitarnya," ucap Angga.
Sementara itu, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja juga sama-sama menilai bahwa Kampung Akuarium nilai sejarahnya berada di bawah Kota Tua meski ditemukan berbagai benda bernilai sejarah seperti pecahan keramik lantai dan genteng yang disebutnya sudah tidak utuh.
Baca juga: Ahok sebut penataan Kampung Akuarium karena Perda RDTR direvisi
"Saya waktu itu kebetulan datang ke penggaliannya. jadi waktu itu yang ditemukan tidak ada yang utuh ya, apalagi Kampung Akuarium pernah dua kali kebakaran besar, jadi memang agak sulit untuk menemukan sesuatu yang utuh apalagi sudah digali semua sampai ketemu pondasi di salah satu bangunannya," ucap dia.
"Selain itu, memang benar ini dari abad 20, berbeda dengan yang di kawasan Fatahilah yang didominasi abad ke 18-19. Ketebalan dindingnya hampir sama dengan dinding rumah kita (12-15 cm), lain kalo kita ke Museum Bahari aja, itu dindingnya bisa tebelnya 40cm. Itu yang menjadi pembeda antara kondisi struktur diduga cagar budata dengan yang ada di Museum Bahari maupun di sekitar lapangan Fatahillah dan Kali Besar," ucapnya.
Selain itu, ia menyebutkan bila suatu wilayah masuk ke dalam kawasan cagar budaya maka ada aturan khusus terutama mengenai pembangunan.
Ia mencontohkan kawasan Kota Tua yang masuk dalam zona G di mana pembangunan harus melalui Tim Ahli Cagar Budaya lalu harus ada rekomendasi dari Tim Sidang Pemugaran.
Dia menyebutkan sejauh ini, pembangunan Kampung Akuarium juga telah bekerjasama dengan ahli cagar budaya dan mendapat beberapa rekomendasi. Namun Elisa menilai bahwa tetap bisa dilakukan pembangunan karena bukan kawasan cagar budaya.
"Di Kampung Akurarium dapat saran dari ahli cagar budaya untuk ekskavasi ya ekskavasi. Yang diatur itu pelestarian, bukan huniannya tapi penelitian seperti apa," ucap Elisa.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melaksanaan peletakan batu pertama pembangunan Kampung Susun Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara pada Senin (17/8) lalu sebagai tanda dimulainya pembangunan dengan harapan mewujudkan hunian layak dengan pembangunan berkonsep kampung susun.
Nantinya di atas lahan kurang lebih 10.300 meter itu bakal dibangun 241 hunian tipe 36 yang terdiri dari 5 blok dan akan menjadi contoh pembangunan kawasan hunian lainnya.
Pada era pemerintahan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kampung Akuarium digusur oleh Pemprov DKI Jakarta pada 2016 silam karena akan dibangun sheetpile di tempat berdirinya bangunan warga di samping Museum Bahari dan Pasar Ikan.
Tanggul juga harus dibangun untuk mencegah air laut masuk. Saat proses pengurukan seusai penertiban, Pemprov DKI menemukan benteng peninggalan Belanda yang tenggelam di dekat permukiman. Ahok ketika itu ingin merestorasi benteng tersebut.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020