BNPB mengedepankan pelibatan semua unsur dalam pentaheliks
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan antisipasi lebih dini mencegah kebakaran hutan dan lahan yang biasanya hampir terjadi di beberapa provinsi setiap tahun dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
"BNPB mengedepankan pelibatan semua unsur dalam pentaheliks, yaitu pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media massa; dengan perannya masing-masing," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.
Raditya mengatakan dengan melibatkan unsur-unsur pentaheliks, diharapkan kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah sejak dini pada masa pandemi COVID-19 khususnya di provinsi-provinsi yang kerap terjadi kebakaran. Upaya pencegahan daripada pemadaman dinilai lebih efektif dalam menghindari dampak yang lebih luas.
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, BNPB mendorong pengembangan pengetahuan, pemahaman, dan kapasitas pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal, dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah.
Baca juga: Akademisi ingatkan buka lahan dengan membakar miliki risiko tinggi
Baca juga: Butuh terobosan baru atasi kebakaran hutan dan lahan
"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Badan Restorasi Gambut telah mengembangkan pendekatan pada pemberdayaan masyarakat. Selain itu, juga diupayakan beberapa langkah teknis," tutur Raditya.
Beberapa langkah teknis yang dilakukan antara lain pemantauan sistem peringatan dini melalui sistem pemeringkatan bahaya kebakaran dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pemantauan titik panas dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan pemantauan ketinggian muka air di lahan gambur dari Badan Restorasi Gambut (BRG).
Enam provinsi telah menetapkan status siaga darurat, antara lain Riau (11 Februari hingga 31 Oktober), Sumatera Selatan (20 Mei hingga 31 Oktober), Jambi (29 Juni hingga 26 September), Kalimantan Barat (2 Juli hingga 30 November), Kalimantan Tengah (1 Juli hingga 2 September), dan Kalimantan Selatan (1 Juli hingga 30 November).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas dampak kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi hingga Senin adalah 90.550 hektare di Riau, 336.798 hektare di Sumatera Selatan, 56.593 hektare di Jambi, 151.919 hektare di Kalimantan Barat, 317.749 hektare di Kalimantan Tengah, dan 137.848 hektare di Kalimantan Selatan.
Sedangkan luas hutan dan lahan terdampak kebakaran pada 2019 mencapai 942.485 hektare, dengan perincian 269.777 hektare lahan gambut dan 672.708 hektare lahan mineral.
Baca juga: Membuka ruang kearifan lokal atasi karhutla
Baca juga: Sumatera Selatan siagakan sembilan unit helikopter atasi karhutla
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020