Semarang (ANTARA News) - Mendiang KH. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur dinilai menjadi sosok yang mampu mempererat hubungan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah, dua organisasi massa Islam yang selama ini dikenal sering berbeda pandangan.

"Gus Dur mampu menjalin hubungan baik dengan siapa pun, termasuk tokoh-tokoh Muhammadiyah," kata Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jateng, Ibnu Djarir usai pembacaan Yasin dan Tahlil memeringati tujuh hari wafatnya Gus Dur di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang, Selasa malam.

Menurut dia, meskipun sering berbeda pendapat, hubungan pribadi antara Gus Dur dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah tetap berlangsung baik, karena Gus Dur memiliki jiwa yang lentur, sehingga hubungan NU dengan Muhammadiyah juga berlangsung baik.

"Bahkan, seorang profesor dari Jepang pernah mengatakan, umat Islam di Indonesia tidak dapat bersatu, apabila NU dan Muhammadiyah tidak bisa bersatu," katanya.

Ia mengatakan, pemikiran cucu KH. Hasyim Asy`ari tersebut juga tidak diragukan lagi, mengingat keberanian Gus Dur dalam menyampaikan pemikirannya meskipun melawan arus, sehingga sering dianggap kontroversial.

"Karena itu pula, wajar apabila sosok Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai pemikir Islam tingkat nasional, namun diakui pula sebagai pemikir Islam di kancah internasional," kata Djarir.

Sementara itu, mantan Gubernur Jateng, Ali Mufidz mengatakan, Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang tidak pernah bersikap menggurui, terutama dalam menyampaikan kritikannya kepada pihak lain.

"Saya pernah dikritik oleh Gus Dur bahwa sebenarnya saya itu pintar, cuma kurang kritis. Saya menganggap itu sebagai sebuah kritikan yang tidak menggurui," katanya.

Menurut Ali, Gus Dur juga pernah menyampaikan dalam sebuah ceramah di hadapan mahasiswa di Semarang sekitar tahun 1975, yang intinya mengajak para pemuda berpikir kembali tentang kondisi manusia saat itu.

"Gus Dur mengatakan, apa yang tidak diatur oleh agama Islam, masuk masjid diatur kaki mana yang harus melangkah lebih dulu, bahkan sampai masuk ke toilet pun seperti itu, lalu di manakah letak otonomi manusia," katanya.

Ia mengatakan, Gus Dur saat itu ingin mengajak manusia untuk memikirkan dua substansi, yakni akidah dan syariah, serta meminta manusia untuk benar-benar memahaminya secara cerdas, tidak hanya ikut-ikutan.

KH. Ubaidillah Shodaqoh dalam kesempatan yang sama juga menilai, Gus Dur memiliki dua kelebihan yang membuatnya dicintai banyak kalangan, pertama Gus Dur rela dengan takdir Allah SWT yang menjadikan dunia dengan beraneka ragam perbedaan.

"Kedua, Gus Dur dapat menerima siapa pun, termasuk orang yang salah dan segala kritikan yang ditujukan kepadanya, karena itu dia dapat diterima siapa saja dan di mana saja," katanya.

Dalam kesempatan itu, pembacaan surat Yasin dipimpin oleh KH. Ahmad Toha, sedangkan pembacaan tahlil dipimpin oleh KH. Hanif Ismail Lc, dan dihadiri oeh ratusan jemaah yang memanjatkan doa untuk Presiden keempat RI tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010