Bamako/London (ANTARA) - Pimpinan militer yang mengkudeta Pemerintah Mali dan sejumlah penengah dari Komunitas Ekonomi Afrika Barat (ECOWAS), Sabtu (22/8), bertemu di Bamako, ibu kota Mali, Sabtu, guna membahas pembentukan pemerintahan transisi dari masyarakat sipil.
Pertemuan itu berakhir dalam waktu 20 menit, meskipun ECOWAS menjadwalkan acara itu berlangsung selama 90 menit.
Aksi kudeta terhadap Presiden Mali Ibrahim Boubacar dikecam oleh banyak pihak di luar negeri. Walaupun demikian, banyak pihak menyambut baik aksi kudeta di Mali, negara yang lama menghadapi pemberontak dan krisis politik.
Delegasi dari 15 negara anggota ECOWAS tiba di ibu kota Mali, Bamako, untuk menghadiri pertemuan yang bertujuan memulihkan pemerintahan Keita.
ECOWAS mengecam aksi kudeta di Mali dengan menutup perbatasan dan memberhentikan aliran uang. Menurut sejumlah diplomat, langkah itu jadi peringatan keras bagi kalangan oposisi di Mali di tengah upaya menciptakan stabilitas di dalam negeri.
Jelang rangkaian pertemuan dengan petinggi militer dan kelompok lainnya, Kepala Delegasi Goodluck Jonathan menyebut pernyataan optimis. Goodluck Jonathan merupakan mantan presiden Nigeria.
"Saya yakin pada akhirnya kami akan menemukan sesuatu yang terbaik untuk masyarakat, serta baik untuk ECOWAS dan komunitas internasional," kata Jonathan ke para jurnalis.
Pertemuan antara dua pihak itu berlangsung di Kementerian Pertahanan. Para mediator dari ECOWAS, yang mengenakan masker, duduk berhadapan dengan petinggi junta Assimi Goita.
Sejumlah foto yang tersebar di media sosial Twitter menunjukkan Goita mengenakan seragam militer yang menyerupai warna gurun. Ia didampingi oleh sejumlah pasukan militer.
Data agenda acara ECOWAS menunjukkan acara tersebut dijadwalkan berlangsung selama 90 menit. Namun, pertemuan itu hanya berlangsung selama 20 menit.
Sejauh ini belum jelas apakah jadwal pertemuan telah diubah atau pertemuan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat. ECOWAS dan beberapa petinggi aksi kudeta, yang menyebut diri mereka sebagai Komite Nasional untuk Pembebasan Rakyat (CNSP), belum memberi keterangan terkait pertemuan tersebut.
CNSP menguasai Mali sejak Selasa saat sejumlah petinggi militer menyandera dan menodongkan senjata ke arah Keita. Pemberontak itu juga memaksa Keita mengundurkan diri.
Para pemberontak berjanji akan membentuk pemerintahan transisi yang bertugas menyelenggarakan pemilihan umum dalam rentang waktu yang "tepat".
Pengkudeta pemerintah, dikenal dengan sebutan IBK, disambut baik oleh sejumlah pihak di Mali. Selama berbulan-bulan, massa turun ke jalan mendesak Keita mundur dari jabatannya karena dugaan kasus korupsi dan lemahnya penjagaan di beberapa daerah yang ditempati banyak simpatisan al Qaeda dan IS.
Sumber: Reuters
Baca juga: Presidensi Indonesia di DK PBB bahas Yaman, Suriah, Mali dan Somalia
Baca juga: Kolonel Goita nyatakan diri sebagai pemimpin Mali
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020