Jakarta (ANTARA) - Terma farmers league alias liga petani kerap dipakai oleh kalangan "suporter" sepak bola yang sibuk menjadi troll di dunia maya ketimbang menyanyikan yel-yel dukungan untuk timnya di tribun stadion.
Olok-olok itu melekat dengan Ligue 1 atau kasta tertinggi Liga Prancis, lantaran Paris Saint-Germain --dengan sokongan dana tak terbatas sejak dibeli Qatar Sports Invesment (QSI)-- yang terlalu dominan.
Raihan trigelar domestik Ligue 1, Coupe de France dan Coupe de La Ligue empat kali diraih PSG dalam kurun waktu tak sampai sedasawarsa sejak QSI mengambil alih kepemilikan.
Dalam kanon imperium kejayaan PSG ada satu titik hitam ketika AS Monaco merebut gelar juara Ligue 1 dari tangan mereka pada musim 2016/17 dan salah satu sosok yang paling bertanggung jawab atas itu adalah remaja 18 tahun bernama Kylian Mbappe.
Sokongan dana QSI membuat PSG leluasa saja membajak salah satu alasan titik hitam mereka sebagai patron sepak bola Prancis era kiwari. Mbappe diboyong dan ditandemkan dengan pemain ratusan juta euro lainnya Neymar, maka PSG terus melanggengkan dominasinya.
Baca juga: Depak Leipzig, PSG tembus final Liga Champions untuk pertama kalinya
Baca juga: Presiden PSG: Kami pantas berada di final Liga Champions
Bahkan sebelum PSG, ada masa di mana Olympique Lyon meroket tren penampilannya dengan menjuarai Ligue 1 tujuh musim beruntun medio 2002 sampai 2008. Namun, tak seperti PSG, Lyon tak pernah melengkapi raihan trigelar, paling mentok hanya mengawinkan gelar Ligue 1 dengan Coupe de France pada 2008.
Atas dasar itu semua, sekali lagi terma liga petani kerap dilekatkan erat-erat dengan Ligue 1, sebab kecuali PSG --di era ini tentunya-- yang serius membangun skuat sarat bintang tim-tim lain dianggap hanya sekelompok petani yang menjadikan sepak bola sebagai hobi setelah menghabiskan seharian panjang di ladang.
Sebagian troll sepak bola lainnya --sebaiknya memang disebut demikian, karena mereka lebih suka mengolok-olok tim lain ketimbang mengalirkan dukungan untuk timnya sendiri-- lantas juga urun sebut Bundesliga sebagai Mbah-nya liga petani.
Hal tersebut boleh jadi didasari kenyataan bahwa Bayern Muenchen terus menerus menjadi juara Bundesliga dalam delapan musim terakhir dan terkadang mengawinkannya dengan piala domestik DFB Pokal.
Bayern, juga seperti PSG, kerap mempreteli pemain-pemain bintang tim pesaingnya demi menjaga status mereka sebagai penguasa tunggal sepak bola Jerman.
Namun, agaknya label liga petani kurang tepat bersemat di Bundesliga sebab keberadaan tim-tim seperti Borussia Dortmund sebagai rival klasik Bayern ataupun RB Leipzig, tim kemarin sore yang naik daun dengan penerapan pengembangan pemain muda lewat jejaring yang dihubungkan minuman energi, Red Bull. Dalam beberapa musim terakhir kedua tim itu berhasil menjadi pesaing, walaupun gelar juara akhirnya lagi-lagi jatuh ke tangan Bayern.
Apapun, Ligue 1 dan Bundesliga, dua liga yang dianggap sebagai liga petani oleh para troll sepak bola itu musim 2019/20 justru mendominasi Liga Champions.
Baca juga: Bayern melenggang lewati Lyon ke final Liga Champions
Baca juga: Saham Lyon melorot lagi setelah dikalahkan Bayern
Kejutan Singa dan Banteng
Pandemi COVID-19 memaksa UEFA menempuh langkah darurat guna menuntaskan dua kompetisi klub mereka, Liga Europa dan Liga Champions, yakni dengan format home tournament serta mengeliminir kandang-tandang.
Mulai babak perempat final Liga Europa diboyong ke Jerman dan Liga Champions digelar di Portugal.
Kendati demikian sejumlah laga babak 16 besar masih menggunakan format kandang-tandang untuk beberapa pertandingan yang sudah menjalani leg pertama.
Di Liga Champions salah satu yang masih melakoni itu adalah Lyon, klub Prancis berlogo singa itu perlu bertandang ke markas tim patron Italia, Juventus, di leg kedua babak 16 besar dengan bekal kemenangan tipis 1-0 dari leg pertama di kandangnya sendiri.
Baca juga: UEFA resmi umumkan Liga Champions berlanjut 12 Agustus di Lisbon
Keberadaan Cristiano Ronaldo, yang musim sebelumnya menjadi aktor tunggal keberhasilan Juventus membalikkan agregat 0-2 jadi 3-2 atas Atletico Madrid, membuat sebagian besar pandit menjagokan Si Nyonya Tua mengulangi hal yang sama kontra Lyon.
Nyatanya, rekam jejak lima trofi Liga Champions --satu bersama Manchester United dan empat dengan Real Madrid-- serta reputasi sebagai top skor sepanjang masa kompetisi itu yang dimiliki Ronaldo tak cukup membuat Juventus melewati Lyon.
Dua gol Ronaldo tak cukup mengamankan langkah Juventus, sebab satu eksekusi penalti Memphis Depay memastikan Lyon lolos dengan agresivitas gol tandang dalam skor agregat 2-2.
Baca juga: Lyon lolos ke perempat final kendati kalah 1-2 di kandang Juventus
Kejutan Lyon kembali diprediksi berakhir, sebab di perempat final mereka harus menghadapi Manchester City yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat juara terlebih tim besutan Pep Guardiola itu juga berhasil menyingkirkan kubu tersukses di Liga Champions, Real Madrid.
Sekali lagi, tim liga petani itu berhasil mengalahkan City 3-1 di perempat final, memanfaatkan tembok mental Liga Champions yang belum bisa diruntuhkan kubu The Citizens walau mereka dilatih Guardiola, pelatih hebat yang pernah membawa Barcelona meraih trigelar pada 2009.
Sementara kawanan Singa menciptakan kejutan dengan menyingkirkan, pesaing mereka di fase Grup G, Leipzig, punya jalan yang sedikit lebih mulus di tengah kemunculan mereka sebagai salah satu kekuatan sepak bola baru di Jerman.
Leipzig melenggang mudah melewati hadangan Tottenham Hotspur yang tak menunjukkan reputasinya sebagai runner-up musim lalu dengan kemenangan agregat 4-0 di babak 16 besar.
Baca juga: Leipzig mulus ke perempat final setelah lumat Tottenham 3-0
Kepergian mesin gol utama mereka, Timo Werner, yang memutuskan hijrah ke Chelsea lebih awal tanpa mengikuti kelanjutan Liga Champions sempat menimbulkan pesimisme dari kalangan pandit atas peluang Die Roten Bllen di kompetisi klub paling bergengsi se-Eropa itu.
Namun, ternyata kunci kekuatan Leipzig bukan terletak pada diri Werner melainkan kepiawaian Julian Nagelsmann sang juru taktik menjadi pawang gerombolan Banteng itu.
Menghadapi Atletido di babak perempat final, Leipzig bertemu dengan tim yang sebelumnya sudah sukses menyingkirkan juara bertahan Liverpool di babak 16 besar.
Nagelsmann dengan cerdik bisa meruntuhkan strategi konservatif khas Diego Simeone dan satu pergantian pemain kunci dalam Tyler Adams berbuah kemenangan 2-1 mengantarkan langkah Leipzig ke semifinal.
Leipzig bertemu PSG dan Lyon menantang Bayern, empat tim dari dua liga petani itu mengisi slot semifinal Liga Champions, menyisihkan wakil dari liga-liga lain yang suporternya merasa lebih mentereng seperti Liga Premier Inggris maupun La Liga Spanyol yang jadi korbannya.
Baca juga: Leipzig pukul Atletico Madrid 2-1 demi capai semifinal Liga Champions
Sejarah dan reputasi
Kisah indah Lyon dan Leipzig berakhir di semifinal. PSG dan Bayern menang dengan skor serupa 3-0 untuk memesan tempat di final Liga Champions yang akan digelar di Estadio da Luz, Lisbon, Minggu (23/8) waktu setempat (Senin WIB).
PSG mencetak sejarah untuk pertama kalinya mencapai final, membuka kesempatan melepas reputasi jagoan kandang klub kaya raya itu.
Sedangkan Bayern, yang sudah lima kali juara Eropa, berpeluang mengganti angka di Badge of Honour mereka jadi enam mulai musim depan.
Pertemuan PSG dan Bayern adalah pertaruhan antara sejarah dan reputasi.
Sejak mengambil alih PSG, ambisi Nasser Al-Khelaifi dan QSI-nya jelas bukan sekadar menjadi yang terbaik di tanah Prancis, tetapi seluruh daratan Benua Biru.
Baca juga: Gnabry tegaskan Bayern ingin juara Champions
Mendatangkan Carlo Ancelotti yang punya pengalaman tiga kali juara Liga Champions --dua bersama AC Milan dan satu dengan Real Madrid-- belum cukup mewujudkan ambisi Le Parisien itu.
Tidak juga Laurent Blanc apalagi pelatih andal Liga Europa, Unai Emery, yang mana PSG paling jauh hanya mencapai perempat final Liga Champions dalam tujuh percobaan sejauh ini.
Baca juga: Laurent Blanc tinggalkan PSG
Thomas Tuchel --yang datang hanya bermodalkan rekam jejak satu trofi DFB Pokal untuk Dortmund-- justru menjadi juru selamat PSG yang bukan saja berhasil meruntuhkan tembok mental perempat final Liga Champions, tetapi kini membawa Les Rouge et Bleu ke babak final.
Calon penguasa sepak bola dunia sedekade ke depan, Kylian Mbappe, jelas menjadi pilar utama kekuatan PSG dibantu Neymar serta Angel Di Maria.
Lawan mereka bukan kubu sembarangan melainkan Bayern yang sudah lima kali membuktikan kemampuan mereka menjuarai Eropa.
Baca juga: PSG tunjuk Thomas Tuchel jadi pelatih musim depan
Setelah mengalami awal musim yang sulit bersama Niko Kovac, kehadiran Hans-Dieter 'Hansi' Flick sebagai nakhoda baru sukses mengantarkan Bayern kembali menegaskan dominasi mereka di Jerman, mengawinkan gelar Bundesliga dengan trofi DFB Pokal 2019/20.
Bayern juga seolah menjadi penutup tirai panggung kesuksesan Barcelona di Eropa dalam hampir dua dasawarsa terakhir ketika mereka menghancurkan Blaugrana 8-2 di semifinal.
Keberadaan Robert Lewandowski sebagai predator ganas di muka gawang, Thomas Mueller sang raumdauter, serta talenta-talenta anyar dalam diri Alphonso Davies dan Serge Gnabry, jelas menempatkan Bayern sebagai kandidat kuat juara Liga Champions musim ini.
Sekali lagi pertarungan PSG kontra Bayern adalah pertaruhan antara sejarah dengan reputasi di Eropa.
Baca juga: Gnabry jelaskan inspirasi di balik selebrasi mengaduk ciri khasnya
Sementara suporter kedua tim bersiap menikmati pertarungan itu, para penggemar Liga Premier Inggris atau troll sepak bola kebanyakan perlu berkaca.
Bagaimana bisa liga yang punya bek termahal di dunia juga kiper termahal di dunia malah tak berbuat banyak di Eropa.
Saat Lyon berhasil menyingkirkan City di perempat final, Mbappe memberi dukungan kepada para kompatriot senegaranya itu sembari mengolok-olok para troll internet.
"FARMERS LEAGUE" demikian cuitan singkat Mbappe lewat akunnya @KMbappe pada 16 Agustus 2020, sembari membubuhkan emotikon badut disertai tiga emotikon tepuk tangan yang juga menyematkan akun Twitter Lyon, @OL.
Baca juga: PSG bersumpah tak akan biarkan Neymar dan Mbappe hengkang
Jangan-jangan memang status liga petani kini sudah beralih ke Inggris?
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020