Jakarta (ANTARA News) - Kesatuan pelaut Indonensia (KPI) mendesak pemerintah Indonesia agar meminta pemerintah Singapura terlibat menyelesaikan kasus pembajakan kapal di Somalia yang menimpa kapal tanker berbendera Singapura karena 17 dari 22 awak kapal tersebut adalah pelaut Indonesia.
"Peran aktif pemerintah Singapura sangat diperlukan karena kapal tanker milik pengusaha Norwegia itu berbendera Singapura," kata Presiden KPI Hanafi Rustandi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin.
Tanker bernama MT Pramoni itu berada di bawah manajemen dan dioperasikan oleh PT Berlian Laju Tanker (BLT) yang beralamat di Jakarta. Berdasarkan pemeriksaan International Transport workers Federation (ITF) di Tuticorin, India, pada 21 Feb 2009, di kapal tersebut terdapat 19 awak kapal (tujuh Officers dan 12 ratings, termasuk tiga kadet).
Kapal itu juga tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB, collective bargaining agreement, CBA) dengan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Awak kapal juga tidak mempunyai Perjanjian Kerja Laut (PKL) di bawah KPI.
"Perlindungan bagi awak kapalnya dilindungi oleh Singapore Maritime Officers Union (SMOU) atau Singapore Organization of Seamen (SOS) Agreement yang berlaku sampai 14 November 2009," ujar Hanafi.
Dijelaskannya, kapal tersebut berada di bawah yurisdiksi Singapura sesuai flag state (bendera kapal). Karena itu pula, pemerintah Singapura harus proaktif dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus pembajakan kapal tersebut sesuai dengan ketentuan internasional.
Kapal yang dibajak pada 1 Januari 2010 di Somalia itu milik RS Platou Finans AS, Norwegia. Kapal tersebut bisa menggunakan bendera Singapura jika pemilik memenuhi persyaratan, antara lain kewajiban pajak yang ditetapkan pemerintah Singapura.
Kapal itu diperkirakan menggunakan pelaut asing karena pelaut di Singapura sangat terbatas. Kapal dari Norwegia itu kemudian dicarter oleh BLT Jakarta dengan mempekerjakan 17 pelaut asal Indonesia.
Hanafi menilai pemerintah Indonesia tidak perlu mengambil langkah sendiri untuk membebaskan kapal dan pelautnya. Tanggung jawab ini berada di tangan pemerintah Singapura dan pencarter kapal yang harus proaktif untuk membebaskan kapal dan awaknya.
Negosiasi perlu segera dilakukan dengan menyepakati jumlah tebusan yang diinginkan pembajak. "Kapal akan segera dibebaskan karena pembajak hanya minta tebusan" kata Hanafi. Kondisi awak kapal dilaporkan selamat dan mendapat siksaan dari pembajak.
KPI hingga saat ini masih menunggu perkembangan kasus pembajakan tersebut, khususnya dari SMOU dan SOS yang memmberi perlindungan melalui perjanjian yang ditandatangani dengan pihak pengelola kapal. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010