Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Laode Ida mengembalikan mobil dinas dengan alasan terlalu mewah dan merasa tidak pantas menggunakan mobil dinas senilai Rp1,3 miliar di tengah banyaknya persoalan dalam masyarakat.
"Saya tidak ingin menjdi penikmat kemewahan di tengah banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat," katanya kepada pers di ruang kerjanya di Gedung DPD/DPR/MPR di Senayan Jakarta, Senin siang.
Laode menyerahkan kunci mobil dinas B 55 itu kepada Syairuddin, salah satu pejabat di Setjen DPD RI.
"Mobil tersebut ada di pool kendaraan pimpinan DPD. Ini saya kembalikan kucinya," kata Laode kepada Syairuddin.
Dengan tetap menggunakan kendaraan miliknya, Laode menolak anggapan mencari popularitas dari keputusannya mengembalikan mobil dinas.
"Saya sudah begini sejak dulu. Saya ini profesional, bahkan untuk terpilih menjadi anggota DPD RI, tidak keluar banyak uang," katanya.
nggota DPD dari provinsi Sulawesi Tenggara ini menyatakan, pemerintah tidak sepantasnya memberi fasilitas kendaraan yang harganya mahal, sebaliknya cuku dengan kendaraan berharga Rp200 juta hingga Rp300 juta.
"Pejabat di pemerintahan Malaysia hanya menggunakan kendaraan dinas yang harganya sekitar Rp190 juta. Bahkan untuk PM Malaysia, kendaraan dinasnya seharga Rp200 juta," katanya.
Dia mengatakan, tidak pantas pejabat negara diberi fasiliats kendaraan yang begitu mewah karena rakyat akan memandang sinis pejabat negara dan keputusan pemerintah bersama DPR mengenai fasilitas itu.
"Mungkin karena saya berlatar belakang keluarga miskin sehingga soal sensitivitas di mata publik ini begitu saya perhatikan," katanya.
Meski berlatarbelakang keluarga miskin, Laode mengaku tidak silau oleh kemewahan karena menjabat posisi penting di lembaga negara, karena justru status itulah yang membuat selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.
Menurut Laode, kendaraan mewah untuk seluruh pejabat negara itu juga membebani APBN, di mana untuk pajaknya saja, negara harus mengeluarkan Rp62 miliar untuk tahun 2010.
"Itu baru pajaknya saja, belum anggaran untuk membelinya," katanya seraya menyebut pajak kendaraan mewah sebesar 40 persen dari harganya.
Laode menganggap pemberian kendaraan dinas berharga sebagai pemborosan. "Ini tidak pantas dilihat publik, " katanya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010