Denpasar (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia membayar Rp2 miliar setiap tahun kepada Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), sebagai iuran wajib karena menjadi anggota penuh organisasi internasional tersebut, namun sering terlambat membayarkannya.
"Dana tersebut selama ini masuk anggaran Departemen Luar Negeri RI sehingga seringkali pembayaran ke organisasi tersebut mengalami keterlambatan," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Dedy Sutisna di Pelabuhan Benoa, Bali, sabtu petang.
Mendampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad bertemu dengan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), Dedy mengatakan, iuran ini nantinya dipenuhi secara patungan oleh pengusaha penangkap ikan tuna sehingga meringankan beban pemerintah.
Dedy menjelaskan, akibat sering terlambat membayar iuran, delegasi Indonesia sering tidak diizinkan mengikuti pertemuan organisasi tersebut, padahal pertemuan ini penting untuk membahas kuota penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia dan berbagai masalah lain menyangkut permasalahan ikan tuna antarnegara.
Sebagai anggota penuh IOTC, Indonesia berpeluang memanfaatkan sumberdaya ikan di laut lepas, namun berkewajiban melakukan kontrol efektif terhadap kapal ikan yang terdaftar di organisasi itu.
Kapal penangkapan ikan tuna Indonesia yang mendapat izin beroperasi di Samudera Hindia ada 874 unit, terdiri dari 871 kapal longline dan tiga kapal purse seine.
Fadel Muhammad menanggapi keluhan ini dan berjanji segera berkoordinanasi dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa agar iuran itu dipindahkan dari Deplu ke Departemen Kelautan dan Perikanan. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010