Surabaya (ANTARA News) - Kondisi pergulaan di Provinsi Jawa Timur pada 2010 dipastikan dalam keadaan bahaya, kata Direktur Pengembangan PT Perkebunan Nasional (PTPN) XI, Suyitno, di Surabaya, Sabtu.
"Sekarang ini banyak petani yang menebang tanaman tebu sebelum waktunya untuk dikirimkan ke Jawa Tengah dan Jawa Barat," kata Suyitno.
Tanaman tebu yang ditebang sebelum waktunya itu dijadikan bibit dan ditanam lagi di daerah lain.
"Kami sengaja membiarkan masalah itu karena bagi petani mungkin cara itu lebih menguntungkan ketimbang menunggu hasil panen," katanya usai memberikan paparan di gedung DPRD Jatim.
Ia menyebutkan, bibit tebu itu dijual para petani dengan harga Rp40.000,00 per kuintal. "Mereka tidak bisa disalahkan karena biasanya saat awal musim giling, harga akan jatuh," katanya.
Petani melihat itu sangat menguntungkannya karena berpikiran masih bisa memanen tebu dua kali, meskipun pada tahap awal mereka menjual hasil tebang dini.
Namun jika hal ini dibiarkan, maka industri gula di Jatim yang selama ini mendapatkan pasokan tebu dari para petani, berada dalam bahaya.
Selama ini petani tidak pernah untung, meskipun saat ini harga gula tinggi, mencapai Rp12.000,00 per kilogram. Ini karena petani menerima dana talangan dari investor atau pemenang lelang gula sebesar Rp5.300,00 per kilogram.
Suyitno menambahkan, menurunnya produksi dan kualitas tebu di Jatim terjadi karena petani tidak maksimal menyerap kredit dari PTPN XI.
"Dari plafon kredit yang kami siapkan sebesar Rp100 miliar, yang diserap petani hanya Rp60 miliar. Ada beberapa faktor mengenai hal ini, diantaranya masih banyak petani yang belum bisa memenuhi persyaratan dalam pengajuan kredit," katanya.
Keadaan mmebuat kualitas tanaman terganggu yang selama lima tahun terakhir ini rendemen tabu berfluktuasi cukup tajam, bahkan cenderung menurun.
Pada 2004 rendemen tebu mencapai 7,6 persen, namun pada 2005 menurun menjadi 6,75 persen, lalu 2006 naik lagi menjadi 7,33 persen.
Sayang pada 2007 angka itu turun lagi hingga menyentuh level 6,93 persen. Meskipun sempat naik pada 2008 yang mencapai 7,8 persen, pada 2009 turun lagi tinggal 7,7 persen.
Suyitno memprediksi rendemen tebu pada musim giling 2010 akan menurun lagi karena sangat terbatasnya persediaan pupuk kimia yang selama ini menjadi andalan para petani tebu. (*)
Pewarta: Ardianus
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010