Itulah alasan mengapa pemilihan kepala daerah harus digelar pada Desember 2020.
"Banyak orang yang mempertanyakan mengapa Pilkada dipaksakan bulan Desember, saya katakan karena COVID-19 ini multidimensi masalahnya, pemulihan (recovery)-nya tidak cukup oleh pejabat pelaksana tugas (Plt), tapi harus kepala daerah definitif," ujar Sodik saat diskusi daring Indikator Politik Indonesia di Jakarta, Kamis (20/8).
Sodik mengatakan COVID-19 ini betul-betul menjadi ujian kepemimpinan setiap pemimpin, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Bahkan, ketika bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Sodik menasihatinya agar berhati-hati dengan COVID-19.
"Saya katakan kepada Gubernur saya di Jawa Barat, hati-hati COVID-19 ini, laksanakan lah dengan baik, kerjakan dengan baik," kata Sodik.
Sodik menilai wajar apabila pandemi yang muncul saat ini menjadi panggung bagi Pemerintah Daerah.
Menurut Sodik, pandemi COVID-19 memungkinkan Pemda berhadapan langsung dengan masalah kesehatan dan masalah ekonomi masyarakat yang dipimpin nya.
Sebab, pemerintah pusat terbatas pergerakannya, sehingga yang berhadapan langsung dengan masalah itu adalah pemerintah daerah.
"Jadi wajar kalau ini menjadi panggung bagi pemerintah daerah, tapi bisa jadi panggung positif maupun panggung negatif. Yang baik akan dikesankan baik, dan yang buruk juga akan sebaliknya," kata Sodik.
Baca juga: Ketua Bawaslu RI ingatkan petahana tak politisasi bantuan COVID-19
Berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia, sebanyak 51 persen responden menyatakan kemampuan pemerintah pusat buruk dalam mengidentifikasi warganya yang terdampak COVID-19. Bahkan, 8,2 persen responden lainnya menyatakan sangat buruk.
"Kemampuan pemerintah pusat sangat buruk dalam identifikasi warga yang terdampak COVID-19," ujar Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi dalam pemaparannya secara virtual, Kamis (20/8).
Sementara itu, hanya 37,2 persen responden saja yang menilai pemerintah pusat sudah baik dalam identifikasi warga terdampak Virus Corona.
Sisanya, 2,6 persen responden lain menilai sudah sangat baik identifikasi warganya, dan 1 persen lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.
Demikian pula, jika dikaitkan dengan komunikasi kepada warga, pemerintah daerah dianggap lebih baik dibandingkan pusat. Penilaian yang sama juga berlaku pada aspek sense of crisis dan tanggap darurat lebih didominasi oleh pemerintah daerah.
"Pemerintah daerah cenderung mendapat penilaian yang lebih positif ketimbang pemerintah pusat. Mereka dipandang lebih peka terhadap kritis, tanggap darurat, mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dan mampu berkoordinasi dengan seluruh aparat," ujar Burhanuddin.
Survei dilakukan sejak awal Juli hingga awal Agustus 2020. Respondennya adalah 304 orang pemuka opini dari 20 kota yang terdiri dari akademikus yang menjadi rujukan media, pengamat kesehatan, sosial, dan politik, redaktur politik dan kesehatan media, pengusaha, tokoh organisasi keagamaan, tokoh organisasi masyarakat, LSM, dan organisasi profesi.
Baca juga: Pilkada 2020, BW: waspadai politisasi bansos COVID-19 oleh petahana
Baca juga: Penundaan pilkada pengaruhi peluang calon petahana
Baca juga: DPR sebut petahana lebih berpotensi selewengkan wewenang dalam pilkada
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020