Krisis terkini memiliki implikasi terhadap model dan desain perencanaan ruang kerja alternatif
Jakarta (ANTARA) - Konsultan properti Colliers International menyebut bahwa pandemi COVID-19 telah mengakibatkan perusahaan, terutama mereka yang memiliki atau menyewa ruang perkantoran, mau tidak mau mengubah model bisnis mereka yang berdampak pula kepada kinerja properti perkantoran.
"Krisis terkini memiliki implikasi terhadap model dan desain perencanaan ruang kerja alternatif. Karena pandemi, banyak perusahaan tidak bisa kembali kepada model bisnis mereka sebelumnya," kata Kepala Riset Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Ferry berpendapat bahwa sistem model bisnis baru itu biasanya menggabungkan perkantoran dengan kerja jarak jauh.
Dengan demikian, lanjutnya, maka sistem seperti bekerja dari rumah diperkirakan bakal semakin lazim dijalankan.
Menurut dia, dengan tarif sewa dan okupansi atau tingkat keterhunian yang diperkirakan terus menurun untuk properti perkantoran, maka pihak penyewa seharusnya mendapatkan manfaat, meski diakui hal itu tidaklah mudah.
Colliers International menyatakan, meski permintaan terhadap properti perkantoran berada dalam tekanan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara lainnya, tetapi diperkirakan akan naik kembali secara gradual.
"Pasar perkantoran negara-negara Asia Pasifik berada dalam tekanan dari kombinasi permintaan yang stagnan dan pasokan yang telah lama direncanakan," ucap Direktur Eksekutif Riset Colliers International Asia, Andrew Haskins.
Berdasarkan data Colliers di 19 negara Asia-Pasifik, ditemukan bahwa terdapat rata-rata penurunan penyerapan ruang perkantoran hingga 56 persen pada kuartal II-2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Andrew Haskins memperkirakan bahwa sepanjang tahun 2020 ini di kawasan Asia-Pasifik akan dapat terdapat penurunan hingga 41 persen dibandingkan dengan penyerapan tahun sebelumnya.
Sebagaimana diwartakan, perusahaan konsultan properti Knight Frank Indonesia mengungkapkan pandemi COVID-19 telah menyebabkan tingkat hunian atau okupansi perkantoran di Jakarta turun tipis dari okupansi Semester II 2019 sebesar 76 persen menjadi 75,9 persen pada Semester I 2020.
"Dari tingkat hunian, seperti yang bisa diprediksi turun menjadi 75,9 persen. Hal ini juga diikuti harga sewa yg cenderung turun dan berada di bawah tekanan di semua grade (kelas) yang ada," kata Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat dalam paparan di Jakarta, Kamis (30/7).
Syarifah menuturkan tingkat kekosongan ruang perkantoran Jakarta mencapai 24,1 persen dan ada serapan 81.699 meter persegi jumlah ruang pada periode ini.
Baca juga: YLKI: Properti paling banyak diadukan konsumen setelah jasa keuangan
Baca juga: Riset sebut properti Jabodetabek masih bertahan di tengah tekanan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020