"Saya tidak ingat jumlah persisnya, tapi yang pasti banyak," kata Kepala Desa Watukarung, Sukadri, Rabu.
Keindahan pantai Watukarung menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan asing untuk membeli tanah dan membangun rumah di sekitar kawasan pantai yang bisa digunakan untuk berselancar tersebut.
Selain untuk tempat peristirahatan warga asing, tanah itu juga disewakan kepada pelancong yang tengah berkunjung dan menginap di kawasan pantai Watukarung.
Tren pembelian tanah oleh warga asing itu sebenarnya mendapat respon baik dari warga, namun masyarakat lokal mengkhawatirkan mereka akan tersingkir.
"Pemerintah harus membuat tata ruang yang benar dan proporsional supaya warga di sini tidak merasa kehilangan daerahnya," kata Aris, warga Dusun Ketro, Desa Watukarung.
Sampai saat ini, sebagaimana data yang ada di kantor Desa Watukarung, beberapa pembeli dari luar telah menguasai tanah di sekitar pantai Watukarung seluas sepuluhan hektare.
Proses pembelian tanah memang tidak secara langsung dilakukan oleh WNA bersangkutan, tetapi melalui pihak ketiga yang rata-rata warga Bali dan Sragen, Jawa Tengah.
"Cara tidak langsung itu biasanya dimaksudkan supaya WNA tidak tersandung masalah kepemilikan," jelas Sukadri.
Pihak desa sendiri tidak bisa berbuat banyak menghadapi tren jual tanah ke asing ini, karena selain tanah itu milik pribadi, penjual juga mempertimbangkan masalah harga.
Selain di Desa Watukarung, pembelian tanah oleh WNA juga terjadi di desa tetangga, Desa Candi.
"Saya sudah sering melakukan sosialisasi kepada warga. Bahkan tiap tiga bulan sekali ada agenda ketemu langsung dengan warga," kata Sukadri. (*)
"Saya sudah sering melakukan sosialisasi kepada warga. Bahkan tiap tiga bulan sekali ada agenda ketemu langsung dengan warga," kata Sukadri. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009