Padang (ANTARA News) - Pakar teknik Sipil dari dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Dr Techn Pujo Aji, ST,MT mengatakan banyaknya bangunan publik atau perkantoran yang rusak pascagempa lebih akibat kolom bangunan lemah atau deking kolom bangunan tidak memenuhi persyaratan.

"Pada bangunan publik yang runtuh di Padang, kondisi kolom dengan tulangan utamanya hanya berdiamater lebih kecil dari 1 cm. Padahal minimumnya beton deking disyaratkan tebal lebih dari 40 mm," kata Pujo Aji, di Padang, Selasa.

Persayaratan kekuatan beton tersebut sesuai SNI 03-2847-2002 pada pasal 9.7 yang menyebutkan ukuran tebal selimut beton, memang untuk beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca lebih dari 40 mm. Jika kurang maka pemilik bangunan akan mengalami kerugian yang cukup besar jika bangunan itu diguncang gempa.

Menurut Pujo, kerugian itu muncul antara lain karena desainer atau konsultan tidak mengerti mengenai syarat-syarat bangunan tahan gempa.

"Atau desainer sudah mengerti namun bersikap amsa bodoh," katanya.

Banyaknya bangunan tidak bertingkat dan bertingkat di Padang yang rusak parah juga akibat tidak adanya pengikat `sengkang` (Cross tie) pada kolom atau perlunya tulangan pengikat silang pada jarak spasi lebih kecil dari 350 mm dari sumbu ke sumbu dalam arah tegak lurus sumbu komponen struktur.

Parahnya, eksistensi kait pada sengkang tidak memiliki panjang yang cukup. SNI 03-2847-2002 mengisyaratkan panjang ekstensi tidak boleh kecil dari 6 db dan 75 mm.

SNI juga mengisyaratkan ukuran kolom memiliki panjang `h` jauh lebih besar dibanding `b` berturut-turut mengenai ukuran penampang tidak boleh kurang dari 0,4.

"Bangunan publik dan juga termasuk bangunan milik masyarakat juga banyak roboh akibat pindahnya posisi sendi dan karena adanya pengaku lateral yang dipasang (balok, dinding) yang tidak mampu menjamin prilaku sendi sesuai dengan perkiraan," katanya.

Mirisnya, kerusakan bangunan fatal terjadi di Sumbar karena adanya `fake kolom` pada waktu bangunan ingin ditingkatkan lantainya, serta seringkali designer hanya menambah ukuran kolom dengan memasang pasangan bata di samping kolom original untuk kemudian ditutup sehingga terkesan kolom memiliki ukuran yang besar.

Tentu saja hal ini membuat bangunan tidak mampu menahan beban gempa dan tampak luarnya hanya kelihatan kuatnya saja.

Kondisi tersebut terjadi pada bangunan Hotel Ambacang. Kesalahan lainnya yang memicu banyaknya gedung pemerintah rusak parah adalah pemasangan struktur plafon yang tidak memperhatikan syarat struktur sekunder tahan gempa, point-point yang harus diperhatikan pada waktu merancang struktur sekunder dan tambatannya dapat dilihat pada SNI 03-1726-2002.

"Kerusakan tersebut contohnya modelnya terjadi pada gedung DPRD Sumbar dan salah satu gedung masjid Nurul Iman Padang," katanya karena Padang berada dekat laut maka kekuatan beton minimal harus 35 MPa.

Sementara itu puluhan unit bangunan milik masyarakat di kawasan Pecinan Pondok yang rubuh juga akibat kolom dan balok praktis tidak dipasang.

Karena itu untuk meminimalisasi kerugian harta dan korban jiwa, arsitek atau teknik sipil perlu melakukan pengecekan terakhir. Selain itu usahakan menggunakan disain bangunan regular pada wilayah zona gempa, tambahnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009