Jakarta (ANTARA News) - Roy Harianto, saksi ahli senjata, menyatakan, tidak mungkin seseorang bisa mahir menembak dengan berlatih dalam waktu satu minggu, terlebih lagi dengan menggunakan motor.
"Dalam kondisi berjalan susah sekali menembak, kalau belum terlatih," katanya saat menjadi saksi dalam persidangan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar dalam dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnaen, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Seperti diketahui, Nasruddin Zulkarnaen tewas ditembak seusai bermain golf di Lapangan Modernland, Tangerang, Banten.
Dalam kasus pembunuhan tersebut, lima eksekutor sudah divonis di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten antara 17 sampai 18 tahun.
Sementara itu, Antasari Azhar, Kombes Pol Wiliardi Wizar, Sigit Haryo Wibisono dan Jerry Hermawan Lo, saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel.
Apalagi, kata dia, peluru yang ditembakkan ke Nasruddin Zulkarnaen, tepat di kepala. "Sulit sekali kalau belum terlatih, apalagi dari orang yang satu minggu latihan menembak," katanya.
Pelatih tembak prajurit Kopassus itu, menyebutkan saat menggunakan kendaraan motor, akan sulit sekali menembak secara tepat.
"Menembak seperti itu, perlu tiga ribu butir peluru agar bisa benar-benar ahli," katanya.
Ia juga mengaku telah mencoba senjata yang digunakan eksekutor dan hasilnya ada satu silinder ada yang macet.
"Waktu saya coba senjatanya, ternyata ada satu silinder macet," katanya.
Sebelumnya, Istri Kombes Pol Wiliardi Wizar, Novarina, menjadi saksi dalam persidangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Antasari menjadi pesakitan terkait dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen pada Maret 2008.
Dalam persidangan itu, Novarina mengakui suaminya mendapatkan tekanan agar mengikuti perintah dari penyidik dengan target Antasari Azhar menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Targetnya adalah Antasari Azhar," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Imansyah
Copyright © ANTARA 2009