"Mungkin perbedaannya adalah kepada subjek mana diarahkan bahasa yang berani dan menantang itu," kata Ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia Sumut Prof Dr Khairil Ansari, MPd di Medan, Senin.
Hal itu dikatakannya pada sarasehan Bahasa Indonesia dalam memperingati HUT ke-63 Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Sumut.
Ia mengatakan, pada masa orde lama atau pada masa baru merdeka, arah keberanian dan kelantangan itu lebih ditujukan kepada bangsa penjajah dan antek-anteknya.
"Lihatlah keberanian para demostran kita pada masa itu terhadap para penjajah dan negara yang ikut menjajah negeri ini. Dengan lantang mereka berani mengeluarkan ungkapan-ungkapan seperti `Amerika kita seterika`, `Inggris kita linggis` dan `Malaysia kita ganyang`," katanya.
Menurut dia, sejak awal reformasi hingga kini masih terlihat keberanian dan kelantangan serta penggunaan kata-kata yang menjurus keras dan kasar itu.
Akan tetapi, jelasnya, subjeknya sekarang adalah pihak penguasa dan yang terkait dengan kekuasaan.
"Era reformasi membawa masyarakat Indonesia lebih terbuka dan berani mengungkapkan pendapatnya. Konsekuensinya, pers juga turut dalam suasana itu," ujar Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Unimed itu.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009