Jakarta (Antara) -- Dalam sidang tahunan MPR, (14/8/2020) Presiden Joko Widodo menyambut seruan para tokoh agama dan budayawan dengan penuh suka cita agar menjadikan momentum musibah pandemi Covid-19 sebagai kebangkitan baru untuk melakukan lompatan besar. Menurutnya, Indonesia sudah masuk menjadi negara upper middle income country. Artinya, Indonesia memiliki potensi menjadi negara maju. Pada usianya yang ke-75 tahun ini, meskipun di tengah pandemi, pertumbuhan ekonomi masih positif, sehingga pada usia satu abad nanti, Indonesia bisa menjadi negara maju. “Kemunduran banyak negara besar, bisa menjadi peluang dan momentum bagi kita untuk mengejar ketertinggalan”, ujar Presiden Jokowi.

Untuk mewujudkan mimpi indah tersebut, Indonesia perlu membina kerjasama secara terbuka dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara besar. Kita harus sadar bahwa saat ini adalah era Asia. Asia akan menjadi center of gravity peradaban dunia. Ketika Tiongkok (RRT) menjelma menjadi super power baru, sebagai negara dengan kekuatan ekonomi dunia mengalahkan Jepang dan Eropa, bahkan dari sisi penyerapan angkatan kerja dan daya tahan moneter, Tiongkok berhasil mengalahkan Amerika Serikat (AS). Maka hubungan Indonesia harus semakin erat dengan Tiongkok, khususnya kerjasama dalam bidang ekonomi. Ekonomi adalah faktor kunci untuk mewujudkan stabilitas nasional, sekaligus obat generik paling efektif untuk meredakan ketegangan atau potensi konflik di kawasan (Asia Tenggara dan Asia Timur) maupun internasional.


Memilih Tiongkok sebagai mitra adalah pilihan yang tepat. Tiongkok merupakan kekuatan baru yang berusaha mengubah status-quo yang selama ini didominasi oleh AS dan Eropa Barat. Tiongkok menganggap Indonesia sebagai mitra yang sejajar dan terhormat. Indonesia dipandang sebagai pemimpin di Asia Tenggara, dalam bidang politik maupun ekonomi; sebagai kekuatan kunci ASEAN, juga negara anggota G20.


Persahabatan RI-RRT sangat selaras dengan kepentingan nasional masing-masing. Hubungan yang terbangun antar keduanya adalah hubungan mutualistik yang memiliki landasan sejarah dan sosial yang kuat. Menurut Profesor Kong Yuanzhi, pedagang Tiongkok dari dinasti Han, yang melakukan kegiatan perdagangan luar negeri, ketika melewati Selat Malaka, mereka telah menjalin hubungan dagang dengan orang Indonesia yang tinggal di sekitar selat tersebut. Seorang arkeolog bahkan menyimpulkan bahwa hubungan antar-perorangan (people to people contact) RI-RRT sudah berlangsung selama 2000 tahun lebih. Hal tersebut dibuktikan oleh temuan patung pahat, barang tembikar dan glasir tipis di Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Termasuk temuan uang logam kuno Tiongkok sebelum Masehi yang ditemukan di wilayah Jawa Tengah.


Perang dagang Tiongkok vis a vis AS ditambah dengan isu Covid-19, semakin menegaskan kokohnya Tiongkok. Dengan sistem sentralistik satu partai, pemerintah Tiongkok mampu meng-orkestrasi ± 1,4 milyar jiwa sebagai kekuatan hebat yang sekaligus dapat menjelma sebagai kekuatan pasar yang teramat besar bagi produk-produk domestiknya.


Pemerintah Indonesia harus belajar dari Tiongkok tentang cara mengatasi persoalan-persoalan pelik dalam mengatur masyarakat yang jumlah populasinya sangat fantastis jika dibandingkan dengan Indonesia. Sangat tidak mudah bagi pemerintah Indonesia melakukan orkestrasi populasi sekitar 265 juta jiwa menjadi kekuatan ekonomi dan kekuatan politik yang dapat melawan tekanan kekuatan neo-liberalisme/ kapitalisme di bawah komando AS.


Peringatan 70 tahun hubungan diplomatik RI-RRT harus mampu menjadi katalis bagi RI-RRT dalam memperkuat jalinan persahabatan, guna meningkatkan pembangunan ekonomi. Dua negara besar di Asia ini harus mampu memberi kontribusi bagi terciptanya kemakmuran dan perdamain dunia. Tiongkok adalah sahabat untuk besar dan maju bersama.


Melalui kemitraan sejajar yang didasarkan pada ketulusan untuk saling berbagi dan saling memahami, diharapkan Tiongkok mampu mewujudkan mimpinya, yaitu pada satu abad pertama, dapat mewujudkan masyarakat sejahtera, serta mampu mengentaskan kemiskinan secara penuh (100%) pada tahun 2020. Demikian halnya Indonesia. Pada usianya yang ke-100 nanti dapat menjadi negara maju. Paling tidak, menjadi salah satu dari 5 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.



Penulis adalah intelektual muda NU, Wakil Sekjen PERHATI, Anggota Badan Arbitrase Syariah Nasional, Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri & Kerjasama Internasional MUI Provinsi Banten

Pewarta: Sukron Makmun
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020