Medan (ANTARA News) - Penggunaan bahasa di berbagai media saat ini semakin memprihatinkan bahkan informasi yang disampaikan tidak jelas serta memicu penggunaan bahasa Indonesia secara tidak tepat.
Ketua Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Sumatera Utara, Zaki Abdulllah pada acara Sarasehan Pers Nasional Penjaga Taman Bahasa di Medan, Senin, mengatakan, salah satu faktor tidak tepatnya penggunaan bahasa Indonesia disebabkan oleh media massa.
"Wafat, gugur, dan mampus sama artinya, tetapi kalau kita mengabarkan kepada sahabat tentang orang yang dihormati telah tiada bahwa dia mampus kemarin, itu sama artinya kita berbahasa secara biadab," katanya.
Ia juga mengkritisi berita kriminal yang tidak tepat menggunakan bahasa, misalnya menyebutkan perampok berhasil atau pemerkosa berhasil.
"Mengapa penjahat yang dikatakan berhasil, apakah kita berada di pihak penjahat itu, kenapa bukan polisinya yang dinyatakan berhasil," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia Sumut, Khairil Ansari, mengatakan, menggunakan bahasa santun oleh media akan mendidik masyarakat dalam berbahasa.
"Bahasa yang digunakan pers adalah bahasa tulis bukan bahasa sehari-hari yang digunakan di warung kopi, pasar, dan tempat tidak resmi. Misalnya kata ditalangin, dibikin, diembat dan sudah kelar," katanya.
Dia mengingatkan fungsi utama pers dapat dirumuskan ke dalam lima bagian yakni, sebagai informasi, edukasi, koreksi, rekreasi, dan sebagai mediasi.
Peran pers sebagai penjaga taman bahasa perlu didukung oleh semua pihak terutama para penjaga taman bahasa lainnya seperti pusat bahasa, balai bahasa, perguruan tinggi dan organisasi profesi bidang bahasa.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009