Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan persentase pemberian ASI eksklusif masih rendah, yakni 40 persen untuk perkotaan dan 33 persen di pedesaan.
Dokter anak dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk Jakata, Dr dr Naomi Esthernita F Dewanto SpA(K), mengatakan sejumlah kendala menjadi penyebab mengapa pemberian ASI eksklusif masih rendah.
"Mulai dari keluarga kurang mendukung pemberian ASI hingga si ibu mengalami stres," ujar Naomi.
Dia menjelaskan banyak ibu yang baru belajar menyusui setelah melahirkan terkadang kebingungan bagaimana cara memberikan ASI pada bayinya. Akibatnya bayi tersebut menangis. Nah, mertua melihat kondisi tersebut langsung menyarankan untuk menggunakan susu formula.
Kendala lainnya, yakni tenaga kesehatan yang kurang ramah pada sang ibu. Tenaga kesehatan juga bisa menjadi kendala dalam pemberian ASI oleh ibu menyusui.
"Tenaga kesehatan di rumah sakit bersikap kurang ramah atau tidak sabar dalam mengajari ibu menyusui. Bahkan mungkin saja, tenaga kesehatan sendiri kurang berpengalaman, sehingga tidak memberikan dukungan pada ibu tersebut," jelas dia.
Selain itu, ibu juga kurang siap fisik dan mental dalam menyusui, sehingga memilih menggunakan susu formula. Fisik dan mental ibu menyusui sangat penting diperhatikan, karena berpengaruh pada produktivitas ASI.
Ibu aktif dalam mengumpulkan informasi atau pengetahuan seputar laktasi bahkan sejak sebelum melahirkan. Naomi menyarankan sejak hamil hendaknya dua kali melakukan konsultasi laktasi untuk persiapan fisik dan mental.
"Apalagi kalau bayinya sakit atau masuk NICU. Ibunya akan stres dan memicu menurunnya produksi ASI. Apalagi di tengah pandemi," jelas dia.
Dia menjelaskan menurutkan penelitian keberhasilan wanita dalam menyusui 2,5 kali lebih berhasil jika dilindungi atau didukung orang di sekitarnya. Hal itu termasuk orang selain keluarga si ibu menyusui. Penting sekali seorang ibu diberitahu hal positif bahwa ASI itu penting.
Kementerian Kesehatan menyatakan ASI merupakan sumber nutrisi dan energi yang penting bagi bayi pada usia 6-24 bulan. ASI memenuhi lebih dari setengah kebutuhan energi pada anak usia 6-12 bulan dan sepertiga dari kebutuhan energi pada anak usia 12-24 bulan.
Manfaat dari ASI, di antaranya adalah meningkatkan daya tahan tubuh bayi, dapat mencegah obesitas pada si kecil, menciptakan kedekatan pada ibu dan anak, semakin kuat tulang si kecil dan berperan dalam mencegah adanya malnutrisi.
"Masyarakat juga perlu memberikan pengetahuan dan masukan yang baik dan benar. Jangan sampai masyarakat termakan iklan atau sponsor susu formula. Bagaimana pun ASI tetap lebih baik," imbuh dia.
Naomi menegaskan untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul maka harus dimulai dari pemberian ASI pada bayi. Untuk itu perlu terus dilakukan edukasi pada para perempuan.
Baca juga: Kemenkes dorong pemberian ASI eksklusif tangani stunting saat pandemi
Baca juga: Pemberian ASI dinilai penting tingkatkan imunitas bayi saat pandemi
Berperan dalam penyembuhan
Pimpinan NICU Siloam Hospitals Kebon Jeruk itu menjelaskan ASI juga dapat berperan dalam proses penyembuhan saat anak terserang penyakit.
Dia menjelaskan untuk menyehatkan bumi setiap bayi lahir perlu diberi ASI, terutama bayi yang sakit dan dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
"Kami berusaha mendukung ibu menyusui dengan berbagai cara, seperti klinik laktasi, konseling untuk mendukung ibu menyusui di NICU, Family Centered Care (FCC), memberikan pelatihan dan lainnya agar memberikan edukasi ibu untuk menyusui," jelas dia.
Sejumlah kasus yang pernah ditangani antara lain bayi prematur, bayi dengan gangguan pernapasan, bayi yang membutuhkan operasi,dan lain-lain. Dengan FCC, ibu dan bayi bisa berada di dalam satu ruangan. Sehingga ibu menyusui bayinya.
"Di dalam ASI banyak zat anti infeksi dan pemberian ASI juga memberikan kekebalan alami pada bayi. Kami menghimbau jangan sampai ibu tidak memberikan ASI kepada anaknya," imbuh dia.
Bayi yang diberikan ASI cenderung jarang sakit. Kondisi itu berbeda jika diberikan selain ASI.
Konselor Laktasi, dr Fenny Yunita MSi PhD, mengatakan dengan menyusui berarti para keluarga mengambil peranan untuk mendukung kesehatan planet dan masyarakatnya.
"ASI adalah makanan alami yang diproduksi dan diberikan pada konsumennya tanpa mengakibatkan polusi, tanpa kemasan dan limbah. Jika kita mendukung ibu menyusui maka kita juga mengurangi polusi udara, air, dan tanah kita, melindungi generasi muda di masa depan. Menyusui juga menjamin ketahanan pangan bagi generasi muda kita pada kondisi gawat darurat maupun kondisi bencana alam," kata Fenny.
Fenny mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan menyusui khususnya di masa pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 menurunkan aktivitas inisiasi menyusui dini (IMD), yang mana kunjungan ibu hamil dibatasi sehingga layanan konseling laktasi sebelum melahirkan yang merupakan salah satu kunci keberhasilan menyusui juga terhambat.
Belum lagi ibu melahirkan yang positif COVID-19, yang membuat IMD tidak berjalan karena menghindari kontak erat dengan ibu sehingga menyusui sesering mungkin sesuai kebutuhan bayi juga tak terlaksana. Demikian pula pemberian ASI perah yang sulit terlaksana.
IMD perlu dilakukan sekitar 30 menit sampai satu jam usai persalinan. Dalam proses ini, bayi yang baru saja dilahirkan akan dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya tanpa bantuan siapapun.
Masalah lainnya yang juga muncul terkait menyusui adalah kurangnya kepercayaan diri terhadap produksi ASI yang mencukupi bagi buah hati.
Oleh karena itu, para ibu diharapkan tidak terjebak dengan memberikan makanan selain ASI. Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya berlimpah, termasuk dalam hal menyusui, setiap daerah memiliki kebijaksanaan lokal yang telah dipercaya dapat meningkatkan keberhasilan menyusui.
Ada beberapa bahan alam yang lazim digunakan, misalnya daun katuk, daun torbangun (bangun-bangun), daun kelor, klabet, kacang-kacangan dan berbagai jenis bahan lainnya. Beberapa diantaranya telah diteliti dan terbukti meningkatkan kadar prolaktin, oksitosin, maupun volume ASI, dan peningkatan berat badan bayi.
Selain konsumsi bahan-bahan alam maupun obat yang ditujukan untuk merangsang ASI, ada juga teknik lain yang lazim dilakukan, misalnya dengan akupunktur ataupun pijat laktasi yang juga terbukti efektif meningkatkan produksi ASI.
"Namun dari semua itu, kunci peningkatan produksi ASI adalah seringnya para ibu menyusui dan memerah," jelas dia.
Baca juga: ASI pecepat proses pemulihan bayi yang dirawat intensif
Prioritas utama
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi, mengatakan menyusui harus menjadi prioritas dalam kondisi apapun sebagai pilihan utama asupan nutrisi untuk bayi.
"Hanya saja keterbatasan saat ini adalah terkait edukasi menyusui dan IMD secara langsung. Tapi kami sebagai bidan memiliki solusi terkait edukasi ini melalui digital seperti kelas online atau webinar,” kata Emi.
IMD merupakan langkah awal kesuksesan menyusui untuk enam bulan ke depan atau masa pemberian ASI eksklusif.
Ia mendorong edukasi dan akses informasi seputar IMD bagi ibu hamil, yang juga didukung oleh suami dan keluarga.
Upaya pemberian ASI eksklusif ini sekaligus merupakan salah satu usaha mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul bangsa Indonesia, yang kini telah memasuki usia kemerdekaan yang ke-75.
Baca juga: Menkes: Pemberian ASI hak asasi bayi yang harus dijamin
Baca juga: Wapres: Pemberian ASI pada anak turunkan prevalensi kekerdilan
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020