Solo (ANTARA News) - Pertunjukan seni drama dan tari (Sendratari) yang bertajuk "Wedhatama Ginelar" di Koridor Ngrasopuro, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat malam (25/12), menunjukkan keberagaman dalam ruang publik di kota tersebut.

Keberagaman tersebut ditampilkan melalui peran-peran pada ratusan penari yang beraksi dalam sendratari yang diselenggarakan sebagai penanda diluncurkannya Koridor Ngarsopuro sebagai ruang publik baru di Kota Solo.

"Sejumlah penampil yang berpakaian adat Jawa mewakili nilai budaya tradisional Jawa dan sejumlah penampil lainnya yang berpakaian ala anak muda zaman sekarang mewakili nilai-nilai baru yang masuk ke Kota Solo," kata konseptor pertunjukan "Wedhatama Ginelar", Heru Mattaya.

Dalam pementasan yang diilhami dari puisi kuno karangan KGPAA Mangkoenegoro IV (1858-1881) dengan judul yang sama kata dia, kedua nilai-nilai tersebut mengalami dinamika, yang terkadang terjadi konflik di antara dua nilai tersebut.

"Namun, konflik tersebut dapat teratasi dengan kembali dianutnya nilai-nilai luhur Jawa yang mengajarkan untuk tidak sombong dan saling menghormati," kata Heru.

Paduan antara kesenian tradisional Jawa dan sejumlah kebudayaan asing, seperti "break dance", sepeda "low rider", dan capoiera serta peragaan busana, berkolaborasi dalam sendratari "Wedahatama Ginelar".

Meskipun berada di bawah hujan yang mengguyur Kota Solo pada Jumat malam (25/12), ratusan penampil tersebut berpadu menampilkan kolaborasi yang menunjukkan keberagaman tersebut.

Pada adegan terakhir, ratusan anak sekolah dasar dengan membawa lampion yang menyala, tampil dengan melantunkan tembang Jawa dengan lirik yang disampaikan pada puisi karangan KGPAA Mangkoenegoro IV, "Wedhatama Ginelar".

"Mingkar Mingkuring angkara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmi kidung. Sinubasinukarta, mrih kretarta pakartining ngilmu luhung, kang tumrap neng tanah jawi, agama ageming aji," ungkap sepenggal lirik yang dinyanyikan anak-anak tersebut.

Heru Mattaya mengatakan, pesan dari puisi tersebut kurang lebih mengenai ajaran kepada anak muda untuk menjauhkan diri dari nafsu belaka dan ajakan untuk menjiwai nilai luhur tradisional Jawa dan agama.

"Hal itulah yang dapat menjadi penyeimbang dalam keberagaman dan dunia yang selalu berdinamika ini," kata Heru.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009