Selain berpacu dengan perubahan zaman, mengadaptasi berbagai teknologi digital ke dalam sebuah bangunan kuno dan bersejarah sendiri dilakukan pihak museum untuk terus menggaet minat generasi muda, serta mempermudah akses tentang sejarah bangsa secara luas.
Yuni mengatakan, saat ini sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak belajar dan mencintai sejarah Indonesia.
"Dulu mungkin sejarah hanya bisa ditelusuri lewat buku, pelajaran di sekolah. Namun sekarang sudah ada banyak cara. Sesuaikan dengan hobi. Misalnya suka nonton film, membaca buku cerita bergambar, dan lainnya. Dunia juga ada di tangan kita melalui gadget yang bisa dimanfaatkan," ujar wanita berhijab itu.
"Yuk, kita tumbuhkan minat kita, rasa ingin tau kita tentang bangsa ini. Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang bisa? Ketika kita semakin cinta dengan negeri ini, kita akan melakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara," pungkas Yuni.
Suara Yuni bergema di tengah hari itu. Semangatnya terasa membaur dengan atmosfer dan saksi-saksi bisu di lokasi. Bagaimana samar-samar kebisingan perumusan dan menjelang pembacaan proklamasi, seakan terdengar kembali memenuhi bangunan itu selayaknya 75 tahun silam.
Baca juga: Napak Tilas Proklamasi (4) - Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta
Baca juga: Napak Tilas Proklamasi (5) - Perumusan naskah proklamasi
Baca juga: Jelajah kuliner & budaya Betawi lewat tur virtual keliling ibu kota
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020