Kupang (ANTARA News) - Uskup Agung Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mgr Petrus Turang Pr, berharap Natal bisa memberi pendidikan iman bagi anak-anak sehingga sejak awal tertanam nilai-nilai agama yang kelak diaplikasikan dalam hidupnya.
"Penghayatan akan nilai-nilai keagamaan sejak dini penting ditanamkan dengan tujuan kelak tidak melakukan tindakan yang menyimpang dan mencederai iman inter dan antarumat beragama dalam hidup meng-gereja, bermasyarakat dan berbangsa," katanya dalam Misa Natal di Kupang, Jumat.
Menurut Uskup Turang, setiap agama apapun di muka bumi ini tidak pernah mengajarkan kepada umatnya tindakan kekerasan, kejahatan, korupsi, pengrusakan lingkungan dan perbuatan melanggar hukum lainnya karena sangat merugikan manusia.
Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka sejak awal anak-anak perlu diajari tentang hal-hal yang baik agar menjadi dasar dan bekal ketika akan melakukan interaksi dengan orang lain baik dalam lingkungan seiman maupun antarumat beragama lain.
Uskup Turang melihat fenomena yang terjadi belakangan ini dan melanda anak-anak dimana Natal hanya identik dengan "santu claus" dengan pakaian yang kebesaran dan mewah di pusat-pusat pembelanjaan, hotel-hotel, kantor-kantor dan Natal juga hanya terbayang pada permainan petasan yang marak dipinggir jalan-jalan protokol, halaman rumah warga dan lupa akan Yesus Kristus yang terbaring di Palungan hina di gereja, kapela atau tempat ibadat lain.
"Ini pendidikan iman yang salah dan harus segera diubah atau ditinggalkan agar tidak meracuni masa depan anak-anak dengan pendidikan iman yang keliru dan sesat itu," katanya.
Mgr Turang menegaskan Natal yang dirayakan setiap tahun itu sesungguhnya sebagai peringatan kepada umat manusia yang merayakannya bahwa apa yang ditulis oleh Santu Yohanes dalam Injilnya (Kitab Suci Perjanjian Baru-umat Kristen) bahwa "Sabda Telah Menjadi Daging" atau Allah telah menjadi manusia dan tinggal diantara kita (umat manusia), terutama anak-anak telah menjadi nyata.
Sabda menjadi daging juga dimaknai atau diimani sebagai tindakan Allah mengasihi dunia dengan mendatangkan puteraNya untuk mendamaikan, mengasihi membantu dan menolong manusia dimuka bumi ini.
Karena pertikaian, perang, kejahatan, kekerasan dalam rumah tangga, tindakan korupsi, pelanggaran HAM, merusak lingkungan, perdagangan manusia dan lainnya.
Tindakan-tindakan terjadi karena sabda atau pernyataan para pemimpin bangsa, pemimpin umat, pemimpin rakyat dan pemimpin rumah tangga dan keluarga tidak "menjadi daging" atau tidak bergema dan cenderung menguap dan segera berlalu dari pendengaran tanpa diiktui dengan tindakan nyata.
Sabda para pemimpin bahwa selamatkan anak cucu dengan menanam pohon, melestarikan lingkungan, mencegah Narkoba, HIV/AIDS, tidak menyelewengkan uang negara dengan korupsi, perangi kemiskinan dan kepalaran dengan bekerja keras belum nampak terlihat karena sabdanya belum membumi.
Belum membuminya sabda para pemimpin bangsa karena apa yang disabdakan sering tidak berjalan beriringan dengan yang dilakukan atau sabdanya cendrung nepotisme dan kolusi sehingga hanya mengutamakan orang-orang tertentu dan mengabaikan orang yang memiliki kemampuan, kompetensi.
"Inilah sabda tuan-tuan di abad modern ini yang disulit didengan karena para pendengarnya pun ada yang memiliki pendengaran yang lebih tajam pada hal-hal yang sifatnya glamour dan mulai melupakan jati dirinya," katanya.
Uskup Turang mengatakan, Natal atau kelahiran kembali ini merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan semua hal yang telah terjadi baik positif maupun negatif, baik yang salah maupun yang benar untuk diambil hikmahnya dan bertekad untuk memulai hidup baru berdasarkan nilai-nilai agama, sosial yang ada menuju kehidupan yang lebih baik demi kesejahteraan bersama.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009