Pemerintah harus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat
Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau harus menyiapkan infrastruktur dalam menangani COVID-19 untuk memastikan keselamatan dan keamanan masyarakat, kata akademisi Universitas Maritim Raja Ali Haji Kota Tanjungpinang, Suryadi.
"Kebijakan pada ketersediaan dan kelengkapan infrastruktur penanganan COVID-19 perlu dilakukan segera, karena itu kebutuhan yang mendesak," ujarnya di Tanjungpinang, Sabtu.
Sejauh ini, menurut dia pemerintah belum mampu menghentikan gerak virus COVID-19, tetapi kesigapan pemerintah dan tenaga medis telah terbukti dalam menghambat dan melokalisir penyebaran COVID-19.
Keseriusan penanganan COVID-19 tetap perlu diperluas dan diperkuat. Oleh karena itu, ketercukupan alat pelindung diri (APD) yang berkualitas serta peralatan medis harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan rumah sakit dan kapasitas penanganannya juga harus dipastikan mampu menangani ledakan pasien, seperti yang terjadi sekarang di Tanjungpinang, Batam, Karimun dan Bintan.
"Pemerintah harus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat, dan tidak sekadar menjadi dialektika semata, apalagi untuk dijadikan bahan perdebatan," tegasnya, yang juga pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Kepri.
Selain infrastruktur, Suryadi mengemukakan kebijakan yang perlu disinergikan dengan "stakeholder" agar penanganan COVID-19 dapat memberikan harapan kelangsungan hidup yang lebih aman dan nyaman.
Baca juga: Akademisi: Sosialisasi protokol kesehatan harus terus diintensifkan
Baca juga: Akademisi Unsyiah: Butuh keterlibatan ulama sosialisasikan COVID-19
Kebijakan untuk penyelenggaraan edukasi terkait COVID-19 bagi seluruh masyarakat perlu dilakukan. Kompleksitas edukasi terhadap masyarakat ini akan cenderung meningkat karena persoalan kehidupan masyarakat yang dinamis.
Meskipun hal ini terlihat mudah, kata dia kenyataan di lapangan tidak sesederhana yang dipikirkan. Sejauh tidak ada kebijakan edukasi sosial yang tepat, keresahan dan kepanikan masyarakat akan tetap berlangsung.
Informasi tidak terkendali tentang COVID-19 dan kegagalan persuasi memutus rantai penyebaran virus, menjadi cermin tidak adanya perubahan sikap dan perilaku. Bila hal ini berlanjut, dampak fungsional juga tidak akan berjalan untuk edukasi COVID-19.
Selain itu, sifat komunal dan pola mata pencaharian masyarakat kerap menegasi langkah-langkah terapan edukasi sosial ini. Kebijakan edukasi sosial COVID-19 ini harus disusun secara sistematis tanpa menimbulkan keresahan dan kepanikan masyarakat.
"Tujuannya, menyiapkan masyarakat menghadapi bahaya covid-19 secara cerdas dan bijak, sebagaimana edukasi tentang cara menghadapi bencana alam. Dengan kebijakan edukasi sosial inilah diharapkan pengendalian covid-19 dapat dilakukan," tuturnya, yang juga pendiri Bintan Crisis Centre.
Suryadi mengatakan kebijakan lainnya yang perlu dilaksanakan yakni mengintensifkan komunikasi dengan segenap "stakeholder". Hal ini penting, mengingat masyarakat di Kepri, yang tetap memiliki hubungan sosial dengan segenap "stakeholder" yang ada. Sehingga dengan adanya komunikasi yang intensif ini diharapkan dapat memformulasikan segenap ikhtiar dari pihak manapun untuk menciptakan kemaslahatan di tengah masyarakat.
"Kata kunci dalam penanganan COVID-19 adalah kesatuan tindakan yang lahir dari kebijakan strategis komprehensif dengan peningkatan kesadaran pengamalan ajaran agama. Kebijakan ini harus berorientasi pada tindakan mengatasi kondisi terkini dan mengantisipasi dampaknya di kemudian hari," tegasnya.
Baca juga: Akademisi: Humas berperan penting dalam sosialisasi protokol kesehatan
Baca juga: Akademisi: Ledakan kasus COVID-19 Kepri bukti kelemahan pemimpin
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020