Banda Aceh (ANTARA News) - Warga desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang mengaku korban tsunami 26 Desember 2004 meminta aparat Kepolisian mengusut tuntas kasus penjualan rumah bantuan untuk para korban.
"Kami sudah melaporkan kasus penjualan rumah bantuan dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) di desa Labuy kecamatan Baitulssalam. Hingga saat ini kami masih tinggal dibarak untuk bertahan hidup," kata Mairiyah (28) penghuni barak ulee Lheue di Banda Aceh, Kamis.
BRR Aceh dan Nias telah menentukan rumah bantuan untuk korban tsunami di desa Ulee Lheue, namun saat korban hendak menempati rumah tersebut ternyata telah di huni orang lain.
Ia mengatakan, berdasarkan kesepakatan dengan tokoh masyarakat, BRR telah mengundi rumah yang akan mereka tempati di desa Labuy tersebut.
Bahkan, lembaga tersebut juga telah mendokumentasikan penerima rumah bantuan tersebut dan menempelkan foto pemilik di dinding depan rumah yang diperoleh.
"Selain difoto, kami juga diberikan kunci rumah itu, dan dijanjikan akan disediakan transportasi untuk memindahkan barang dari barak ke rumah bantuan tersebut," katanya.
Satu hari kemudian warga mengemas harta benda seadanya di barak pengungsian untuk dipindahkan ke rumah baru bantuan BRR tersebut.
Namun saat dipindahkan, rumah yang telah diterima kunci itu telah ditempati orang lain yang berasal dari berbagai daerah, seperti Lhokseumawe, Bireun dan Pidie.
"Dalam 24 jam mereka telah menganti kunci rumah bantuan itu. Menurut penghuninya, mereka membeli rumah itu antara Rp5-20 juta/unit," katanya.
Akibat tidak memiliki rumah bantuan, sebanyak 206 Kepala Keluarga (KK) warga desa Ulee Lheu terpaksa menumpang dirumah-rumah famili atau menyewa di tempat lain.
40 KK diantaranya masih menempati barak Ulee Lheue yang berada di depan Pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue-Balohan, Sabang.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009