Status PSBB diperlukan apabila kondisi penularan COVID-19 di Aceh sudah sangat genting
Banda Aceh (ANTARA) - Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Provinsi Aceh menyatakan bahwa wilayah Aceh belum memenuhi syarat untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) meskipun jumlah warga terinfeksi virus corona jenis baru penyebab COVID-19 telah mencapai sebanyak 747 orang.
Juru Bicara GTPP COVID-19 Aceh Saifullah Abdulgani, Jumat, di Banda Aceh mengatakan status PSBB diperlukan apabila kondisi penularan COVID-19 di Aceh sudah sangat genting dan disertai dengan mempersiapkan kebutuhan dari segala sektor.
"Paling penting kesiapan sarana prasarana kesehatan, karena PSBB itu 'kan membatasi orang untuk keadaan tertentu, sekolah, transportasi, toko, dan banyak aspek yang harus dipertimbangkan sebelum itu dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh menyarankan Pemprov Aceh untuk melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19 secara berjenjang, mulai dari menerapkan kembali work from home (WFH), kemudian pemberlakuan jam malam, hingga tahap memberlakukan PSBB.
Jubir yang akrab disapa SAG itu menjelaskan bahwa sebetulnya Aceh masih memberlakukan sistem WFH. Siswa masih belajar dari rumah, kemudian tidak semua pegawai bekerja di kantor. Mereka bekerja dari rumah dan selalu siaga ketika dipanggil ke kantor.
Sedangkan jam malam, lanjut dia, Aceh pernah menerapkan namun dicabut karena terbit Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB, dan juga Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB.
"Untuk melaksanakan PSBB ada syarat yang harus dipenuhi, misalnya permohonan diajukan kalau untuk provinsi itu diajukan oleh gubernur, tapi kalau untuk satu kabupaten/kota dapat diajukan bupati atau wali kota," katanya.
Kemudian, lanjut dia, dalam permohonan itu juga harus disertai data peningkatan kasus menurut waktu dan kurva epidemiologi, peta penyebaran kasus, dan terjadinya transmisi lokal.
Selain itu, katanya, juga mempertimbangkan kebutuhan hidup dasar rakyat, anggaran operasional, jaring pengaman sosial, aspek keamanan dan kebutuhan lainnya.
"Data-data itu harus dilaporkan dalam permohonan pengajuan PSBB itu. Kalau kita lihat sebaran kasus kita itu tidak merata, di Aceh Jaya baru satu kasus, Subulussalam juga satu kasus, paling tinggi Banda Aceh dan Aceh Besar," katanya.
Ia menjelaskan di Aceh Besar dari 185 kasus ada tujuh yang meninggal, di Banda Aceh dari 218 itu empat orang yang meninggal. "Maka dari sisi kajian epidemiologi dari data-data ini juga belum kita penuhi syarat PSBB itu," katanya.
Pemprov Aceh tidak menutup kemungkinan melalukan PSBB apabila terjadi peningkatan kasus yang ekstrem, karena kondisi penyebaran COVID-19 sangat dinamis dan fluktuatif.
"Kalau terpenuhi syarat-syarat itu bisa saja (PSBB), tidak tertutup kemungkinan. Tapi paling penting tetap menerapkan protokol kesehatan lebih ketat dan sanksinya disiapkan, ada sanksi sosial, dan sanksi administratif," demikian Saifullah Abdulgani.
Baca juga: Tim medis Aceh masih tangani 499 warga positif COVID-19
Baca juga: GTPP: Tersisa Pidie Jaya yang nihil kasus COVID-19 di Aceh
Baca juga: Balitbangkes Aceh tutup karena 2 petugas positif tertular COVID-19
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020