"Peringatan hari ibu harus dijadikan momentum untuk melihat apakah nasib kaum ibu atau kaum perempuan sudah di perhatikan," kata Ratna Sarumpaet kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Ratna menjelaskan, peringatan hari ibu jangan hanya menjadi simbol kosong melainkan harus menjadi dasar bagi terus meningkatnya kualitas nasib kaum ibu atau kaum perempuan.
"Peringatan hari ibu jangan hanya menjadi simbol untuk penghargaan kepada kaum ibu melainkan harus menjadi tolak ukur bagi peningkatan nasib perempuan Indonesia setiap tahunnya," katanya.
Ia mengakui bahwa sejak reformasi, Pemerintah Indonesia telah melahirkan beberapa undang-undang untuk melindungi berbagai macam persoalan ibu atau perempuan.
Undang-undang tersebut diantaranya UU kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), UU anti-trafficking dan lain sebagainya.
"Undang-undang saja tidak cukup. Untuk membuat UU KDRT bermanfaat misalnya, diperlukan kerja keras untuk mensosialisasikan UU itu agar kaum Ibu mau menggunakannya sebagai `hak sosial atau politiknya` tanpa takut dianggap melanggar budaya," katanya.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa persoalan utama bagi mayoritas kaum ibu sekarang ini adalah Kemiskinan," katanya.
"Pemerintah boleh saja terus mengumumkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia membaik, tapi fakta tentang jumlah trafficking, tentang jumlah tenaga kerja Indonesia dan tenaga kerja wanita yang terus membludak adalah fakta betapa miskinnya kita, dan betapa buruknya dampak kemiskinan itu mengoyak-ngoyak perjalanan kaum ibu perempuan di negeri ini," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa korban pertama kemiskinan di tengah suatu bangsa adalah kaum ibu.
"Merekalah yang ketakutan dan menangis apabila esok tidak punya uang untuk beli beras, tidak punya uang untuk menyekolahkan anaknya, untuk membuat anak-anaknya tersenyum," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009