bantuan media mengawal kasus-kasus lama penting sekali
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengapresiasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan (Gakkum LHK) yang menjerat korporasi diduga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Perlu mengubah perilaku masyarakat, dan melakukan intervensi pada pihak yang masih buka lahan dengan cara membakar. Kami apresiasi Gakkum LHK sehingga bulan ini ada kasus masuk ke pengadilan,” kata Doni dalam webinar Ancaman Kebakaran Hutan di Tengah Pandemi diakses di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah cukup gigih menjerat korporasi yang diduga melakukan pembakaran untuk membuka lahan ke pengadilan.
“Bantuan media mengawal kasus-kasus lama penting sekali, karena peran media mengingatkan apa yang sudah terjadi penting sekali,” ujar Doni.
Upaya pemerintah menjerat korporasi sudah optimal. Doni mengatakan beberapa minggu terakhir kasus pelanggaran karhutla sudah ada yang masuk peradilan.
Baca juga: KLHK wujudkan rakyat berkesadaran hukum dalam pengendalian karhutla
Sebelumnya Ditjen Gakkum LHK pada 7 Agustus telah menyatakan berkas kasus karhutla milik PR AER dan PT ABP di Ketapang, Kalimantan Barat, telah lengkap dan siap disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang.
Penyidikan dilakukan Gakkum LHK terkait lahan terbakar seluas 100 ha di konsesi PT AER dan 85 ha di konsesi PT ABP yang berlokasi di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Penyidik Balai Gakkum KLHK wilayah Kalimantan kemudian menyerahkan tersangka Direktur PT AER dan PT ABP Muhammad Sukri Bin Kasim beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, yang selanjutnya berkas akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ketapang.
Masing-masing perusahaan dikenakan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 dan/atau Pasal 108 Jo Pasal 116 Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Baca juga: BRG: Pentingnya pencegahan dan penegakan hukum karhutla
Penanganan kasus tersebut, menurut Dirjen Gakkum LHK Rasio Ridho Sani, sebagai tindak lanjut dari hasil pemantauan satelit dan verifikasi titik panas di Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Kecamatan Melayu Rayak dan Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, pada 8 Agustus 2019.
Tim verifikasi menemukan lokasi titik api berada di areal IUP PT ABP dan PT AER dan segera temuan itu segera ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Penanganan perkara karhutla itu, menurut dia, tidak lepas dari kerja sama Balai Gakkum KLHK Kalimantan, dengan Korwas Ditreskrimsus Polda Kalimantan Barat, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Kejaksaan Negeri Ketapang, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat dan ahli karhutla dari Institut Pertanian Bogor.
Rasio Ridho Sani mengatakan upaya menjerat pelaku karhutla hingga ke pengadilan merupakan bukti bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku. Perilaku penyebab karhutla merupakan kejahatan serius karena berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem dan berdampak pada wilayah yang luas untuk waktu lama, karenanya pelaku karhutla harus ditindak tegas agar jera.
“Penegakan hukum yang kami lakukan ini harus menjadi pembelajaran bagi pembakar hutan dan lahan lainnya. Hentikan tindakan mencari untung di atas penderitaan masyarakat dan akibat asap dan kerusakan ekosistem. Kami tidak hanya menindak secara hukum pidana, tapi kami juga menggugat secara perdata, untuk ganti rugi lingkungan, termasuk mencabut izin. Sudah banyak yang kami tindak,” ujar Rasio Ridho Sani.
Baca juga: KLHK dorong peran kementerian lain dalam penegakan hukum karhutla
Baca juga: KLHK: Dua berkas kasus karhutla libatkan perusahaan siap disidangkan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020