Jakarta (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan tidak akan mencabut sanksi pemberhentian tetap Evi Novida Ginting sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena dinilai melanggar kode etik.
"Kami sudah berkomitmen, bukan karena menang kalah, bahwa kami tidak akan mengubah harga diri putusan DKPP Nomor 317," ujar Ketua DKPP Muhammad dalam diskusi virtual, Kamis.
Meskipun Presiden Joko Widodo mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P/2020 tentang pemberhentian secara tidak hormat anggota KPU periode 2017-2022, Evi Novida Ginting, hal itu tidak mempengaruhi putusan DKPP 317-PKE-DKPP/2019.
Baca juga: Presiden Jokowi cabut keppres pemberhentian anggota KPU Evi Novida
Baca juga: DKPP: PTUN urusi masalah hukum bukan etik
Baca juga: Pakar: Tidak menutup Evi Novida kembali jadi Anggota KPU
Ia mengatakan DKPP memutus persoalan etik, sementara belum terdapat lembaga banding etik di Indonesia. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) disebutnya lembaga peradilan yang berwenang untuk memeriksa persoalan hukum.
Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, kata Muhammad, bukan hanya menerima suap atau memihak salah satu peserta pemilu, melainkan juga bertindak tidak profesional dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan pemilu.
"Kita ini dipercaya rakyat, kalau kita tidak ahli, bisa rusak ini pemilu," kata Muhammad.
Muhammad menuturkan dalam perspektif hukum tata negara, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertugas membentuk undang-undang, salah satunya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 yang di dalamnya merumuskan kelembagaan DKPP.
Untuk itu, putusan DKPP yang menyatakan Evi Ginting melanggar etika penyelenggara pemilu sudah sesuai dengan prosedur serta bersifat final dan mengikat.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020