Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) telah mengirim 12 tawanan dari penjara militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba, ke Afghanistan, Yaman dan sebuah daerah kantung di Somalia meskipun ada kekhawatiran mengenai sel gerilyawan garis keras di semua negara itu.

Departemen Kehakiman AS mengatakan, Ahad, enam tahanan Yaman dan empat Afghanistan telah dipindahkan pada akhir pekan ke negara asal mereka, sementara dua tahanan Somalia dikirim ke pemerintah regional di Somaliland, wilayah otonom di Somalia.

"Pengalihan itu dilakukan berdasarkan pengaturan individu antara pemerintah AS dan pemerintah asing yang relevan untuk menjamin pengalihan berlangsung menurut langkah-langkah keamanan yang pantas," kata departemen itu.

Pengalihan tersebut adalah yang terakhir dari penjara kontroversial yang Presiden AS Barack Obama telah janjikan untuk ditutup. Namun, batas waktu untuk melakukannya, 22 Januari, mungkin akan tidak terpenuhi karena rintangan diplomatik dan politik.

Anggota parlemen Frank Wolf, anggota senior Republikan di sub komisi Kongres untuk departemen kehakiman, mengeritik keputusan untuk mengirim para tawanan kembali ke Yaman dan negara lain tempat para pejabat AS yakin al Qaida aktif.

"Itu keputusan yang sangat buruk oleh pemerintah Obama dan oleh Departemen Kehakiman," kata Wolf dalam wawancara. "Saya pikir itu membahayakan keamanan nasional kita dan membahayakan warga kita."

Dengan pengalihan terakhir itu, ada 198 tawanan yang tinggal di Guantanamo. Beberapa dari tahanan yang tersisa mungkin akan menghadapi pengadilan di pengadilan kriminal atau pengadilan militer AS sementara yang lain diperkirakan akan dikirim ke luar negeri atau mungkin ditahan lagi.

Penjara Guantanamo, yang dibuka pada awal 2002 untuk menampung para tersangka pelaku terorisme, telah dikecam masyarakat internasional karena tahanan tidak diproses selama bertahun-tahun dan karena interogasi yang keras dilakukan di penjara itu.

Kekhawatiran
Pengalihan orang-orang Yaman itu terjadi setelah Yaman mengatakan pekan lalu bahwa pasukan keamanannya telah menggagalkan serangkaian pemboman bunuh diri yang direncanakan, dengan menyerang sejumlah sasaran termasuk pusat pelatihan al Qaida.

Jurubicara Departemen Kehakiman Dean Boyd membela keputusan itu. "Kami tidak akan meneruskan pengalihan itu jika ada kekhawatiran terkait keamanan yang tidak mampu diatasi," katanya.

Pada masa pemerintah George W. Bush sebelumnya, 14 tahanan Yaman telah dipulangkan dari Guantanamo.

Masih ada 91 tahanan Yaman di Guantanamo dan pemerintah Obama telah menghadapi kesulitan besar untuk menemukan tempat lain untuk mengirim mereka atau memulangkan mereka karena kekhawatiran bahwa sel al Qaida telah beroperasi di Yaman.

Dua bekas tawanan Guantanamo dari Arab Saudi telah bergabung dengan sayap al Qaida di Yaman awal tahun ini. Seorang di antara mereka kemudian kembali ke Arab Saudi.

"Yaman akan meneruskan dialog diplomatiknya dengan pemerintah AS untuk memulangkan tahanan Yaman yang tersisa," kata Mohammad Albasha, jurubicara Kedutaan Besar Yaman di Washington.

Ada juga kekhawatiran mengenai kegiatan al Qaida di Somalia. Sebaliknya, wilayah Somaliland, yang memisahkan diri, menikmati perdamaian relatif dibandingkan dengan daerah Somalia sejak negara Tanduk Afrika itu jatuh ke dalam kekacauan pada 1991.

Namun Wolf memperingatkan para tahahan tersebut dapat dengan mudah masuk kembali ke dalam bagian yang tak patuh hukum di negara itu. "Anda mengirim mereka ke Somaliland dan mereka dapat berada di Mogadishu dalam beberapa jam," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009