Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mengusulkan agar lembaganya segera membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis sebagai bentuk keseriusan merealisasikan ketentuan terkait etika yang diatur dalam TAP MPR tentang Ethika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

"MPR sebagai lembaga yang sudah membuat TAP MPR tentang Ethika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, juga harus serius merealisasikan ketentuan terkait Ethika tersebut, melalui pembentukan Mahkamah Kehormatan Majelis," kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Dia menilai pembentukan Mahkamah itu juga sebagai respons konkret atas kesepakatan MPR dengan Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang akan menyelenggarakan Konvensi Nasional II tentang Ethika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Menurut dia, MPR RI pada tahun 2001, saat masih menjadi Lembaga Tertinggi Negara, telah membuat TAP MPR tentang Ethika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dan seharusnya MPR tidak ketinggalan dengan DPR dan DPD yang telah membentuk badan penegakan ethika.

"DPR mempunyai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), dan DPD mempunyai Dewan Kehormatan Dewan (DBD). Karena itu seharusnya apabila MPR RI segera membentuk Lembaga sejenis, misalnya dengan nama Mahkamah Kehormatan Majelis (MKM)," ujarnya.


Baca juga: MKD segera bersikap pasca penahanan Novanto

Politisi PKS itu menilai memang semua anggota MPR adalah sekaligus anggota DPR atau anggota DPD namun ada berbagai kegiatan yang khas di MPR, diikuti oleh anggota MPR sebagai anggota MPR, dan itu tidak terdapat di DPR atau DPD.

Dia mencontohkan kegiatan terkait sosialisasi 4 pilar MPR, kegiatan di badan-badan MPR serta kegiatan terkait pelaksanaan hak MPR dan anggota tentang pengkajian/pelaksanaan/perubahan terhadap UUD, TataTertib MPR dan lain-lain.

"Dengan pembentukan Mahkamah Kehormatan tersebut, MPR menghadirkan komitmen lebih kuat untuk melaksanakan berbagai ketentuan hukum yang dibuatnya sendiri, menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat MPR sebagai lembaga pemusyawaratan rakyat, dan marwah pimpinan serta anggotanya dan lembaga MPR," katanya.

HNW mengatakan usulannya tersebut merupakan dukungan atas urgensi adanya Mahkamah Etik yang disampaikan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang menyatakan bahwa ketiadaan Mahkamah Etik, orang yang diputus melakukan kesalahan etika oleh masing-masing penegak kode etik, mengajukan banding atau mencari keadilan ke peradilan umum, seperti melalui Mahkamah Agung maupun PTUN.

Padahal antara etika dan hukum, adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bersalah secara etika, belum tentu bersalah di mata hukum namun yang bersalah di mata hukum, sudah pasti bersalah di mata etika.

Baca juga: MKD tidak terpengaruh surat Novanto

Baca juga: PBNU: Terima putusan MK, jangan nodai martabat-kehormatan bangsa

Baca juga: MPR ingin etika berbangsa sebagai acuan dasar

Baca juga: Ketua DKPP beraudiensi dengan MPR dan KY untuk gelar konvensi etika

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020