"Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluannya kami limpahkan dua pekan lalu. Jika tidak ada halangan, Mahkamah Pelayaran akan memeriksanya pekan depan," kata Kepala Seksi Penjagaan dan Penyelamatan Administrator Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Rahmat Desrial, Sabtu.
Menurut Rahmat, lima orang awak kapal yang bertanggungjawab pada masing-masing tugas, termasuk nakoda Johan Hutajulu, kelak dihadirkan dalam persidangan.
"Kami tidak memeriksa seluruh awak kapal karena pada saat musibah itu hanya lima orang tersebut yang sedang bertugas sesuai jadwal piket yang telah ditetapkan pihak kapal," katanya.
Dia enggan membeberkan hasil pemeriksaan terhadap kelima orang itu, dengan alasan bukan kewenangannya karena sudah menjadi kewenangan hakim Mahkamah Pelayaran.
"Bersalah atau tidaknya kelima orang itu akan tergantung pemeriksaan di persidangan," katanya.
Menurut Undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran, lanjut dia, Mahkamah Pelayaran memeriksa perkara tersebut untuk membuktikan kompetensi nakhoda dan/atau perwira kapal ada atau tidaknya pelanggaran kode etik profesi.
Dalam kode etik profesi kepelautan, pihak yang paling bertanggungjawab di atas kapal selama berlayar adalah nakhoda, namun terbuka kemungkinan awak kapal lainnya turut terlibat.
"Itu akan diungkap hakim dalam persidangan," katanya.
Mengenai tidak tidak diperiksanya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, dan Syahbandar Batam oleh Mahkamah Pelayaran, Rahmat mengungkapkan pemeriksaan tersebut bukan dalam kapasitas penyidikan perkara pidana melainkan penegakan kode etik profesi.
"Mereka bisa saja dimintai keterangan oleh polisi setelah hasil persidangan Mahkamah Pelayaran memutuskan bahwa peristiwa tenggelamnya kapal tersebut berawal dari kelalaian," ucapnya.
MV Dumai Express 10 pada 22 November tenggelam di Perairan Tukong Iyu, akibat pecah lambung kiri setelah dihantam gelombang, sehingga membuat 43 oang tewas dan 31 hilang. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009