"Saya sangat prihatin karena selama ini, dana dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN yang masuk ke daerah ini selalu dipotong sebesar lima persen," katanya pada acara Forum Group Discusion (FGD) yang digelar anggota DPD-RI Sulbar di Mamuju, Sabtu.
Acara FGD anggota DPD-RI asal Sulbar tersebut dihadiri sejumlah tokoh masyarakat, pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD), LSM, mahasiswa, dan wartawan.
Menurut Asri, pemerintah yang ada di daerah baik Gubernur, Bupati maupun Kepala SKPD, ketika akan mengambil dana dari pusat harus memberikan jatah kepada pemerintah pusat sebesar lima persen dari anggaran yang disediakan untuk setiap program pembangunan di daerah ini yang diusulkan.
"Kebiasaan itu sangat merugikan pemerintah di daerah karena jumlah pemotongan yang dilakukan pemerintah pusat sangat besar, "ujarnya.
Menurut dia, praktik seperti itu tidak menunjukkan tidak adanya kewenangan pemerintah daerah dalam memanfaatkan anggaran negara yang diperuntukkan bagi pembangunan dan menunjukkan tidak adanya keadilan dari pemerintah pusat kepada pemerintah di daerah.
Sehingga ia menilai, konsep otonomi yang dijalankan pemerintah yang memberikan kewenangan sendiri bagi pemerintah di daerah dalam menentukan arah pembangunannya terkait penggunaan anggaran pusat di daerah sendiri, telah ternodai.
"Otonomi daerah di negara ini otonomi setengah hati karena pemerintah masih membatasi daerah dalam penggunaan anggaran, karena tidak adanya sistem bagi hasil yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah, karena pemerintah daerah masih didikte terkait masalah anggaran," katanya
Oleh karena itu, ia minta agar undang undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah segera dilakukan revisi karena dalam pelaksanaannya karena merugikan pemerintah daerah.
Ia berjanji akan segera melakukan pengawasan terhadap anggaran pusat yang akan masuk ke daerah ini karena lembaganya merupakan lembaga pengawas pembangunan daerah ini.
"Kami akan melakukan protes jika dalam penyaluran anggaran dari pusat ke daerah masih terjadi pemotongan," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009